Tampilkan postingan dengan label Artikel Lepas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Lepas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 29 November 2013

Demi Palestina, Sultan Hidup Merana



Bendera Palestinadakwatuna.com -Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya.
Di depan masjid ini, terlalu banyak kisah yang memilukan hati menimpa diri dan keluarga Sultan. Percobaan pembunuhan dengan meletakkan bom di dalam kereta kuda Sultan. Pengeboman itu terjadi berselang beberapa saat usai shalat Jumat. Allah masih menghendaki Sultan Abdul Hamid tetap bertakhta memimpin umat. Upaya menghabisi nyawa orang nomor satu di dunia Islam itu kandas.
Di depan istana ini, Sultan sering melaksanakan shalat dan keluar menyapa rakyat yang selalu dekat di hatinya.
Di situ juga, Sultan sesekali menunggang kuda ditemani anaknya Aishah, sambil menitahkan arti penting menegakkan syariah bagi muslimah. Sejak saat itu anaknya mutahajibah (berhijab) sempurna, ini menandakan putrinya Aishah Osmanuglu telah memasuki usia aqil baligh.
Istana Yildiz yang terbuat dari kayu ini adalah tempat tinggal pilihan Sultan Abdul Hamid II, setelah beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan kaum keluarganya yang sebelum ini di Istana Dolmabahce.
Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.
Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.
Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta  birokrat-birokrat yang korup.
Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat,  intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).
Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan  kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil  mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.
Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.
Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.
Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.
Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.
Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah.
Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (Menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :
1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.
Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”
Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.
“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka.
“Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun.
Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.
Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.
“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya.
Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.
“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan.
Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.
“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar.
“Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.
Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.
Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu.
Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.
Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah  seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:
“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini  telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi  bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.
Saya tetap dengan tegas  menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”
Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.
Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri  Yahudi  di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada  Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.
Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang  mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah  yang anda bina bisa memaklumi semua itu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
22 September 1909

ttd

Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)
Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.
“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.
Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.
Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!
Sumber; Harb, Muhammad (1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam, ; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (2003). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar, 403-425


Jum'at, 25 Muharram 1435 H / 29 November 2013 11:01
Jahiliyah, empat tahun menyembah kuburan kosong
Makam kosong buatan orang jahil yang sudah empat tahun banyak diziarahi oleh manusia bodoh, sedang digali Perilaku syirik ini terjadi di Paser Kalimantan Timur
PASER KALTIM (Arrahmah.com) - Model jahiliyah tempo dulu masih marak di negeri ini, manusia menyembah kuburan, dengan alasan ziarah kubur.  Hari ini jahiliyah itu sangat parah, karena kuburan yang disembah ternyata kosong. Ini bukan berita baru, kejadiannya dua bulan lalu di Kalimantan Timur.
Belasan warga Batu Kajang Kecamatan Batu Sopang, Paser, Kaltim akhir Agustus lalu, membongkar makam yang selama ini dianggap keramat. Selama empat tahun, beberapa orang bodoh yang percaya makam itu keramat ternyata hanya menziarahi liang kuburan kosong.
Makam yang tidak jelas asal-muasalnya itu selama empat tahun terakhir atau sejak Agustus 2009 lalu dianggap keramat oleh sekelompok orang. Sejak itu, cepat saja keberadaan makam jadi buah bibir. Bahkan sempat menimbulkan pro-kontra di masyarakat Batu Kajang.
Selama empat tahun sejak pertama kali ditemukan, rasa gerah dan kegelisahan warga semakin menjadi-jadi. Ini dikarenakan intensitas peziarah yang datang baik, dari dalam maupun luar Batu Kajang, semakin meningkat. Ditambah lagi dengan sejumlah ritual keagamaan. Seperti haul rutin yang selalu digelar dengan menghadirkan sejumlah orang sembari mensosialisasikan akan keberadaan makam.
“Yang membuat tokoh agama semakin gerah, yakni adanya cerita-cerita yang dikarang dengan menghubung-hubungkan kalau yang dimakamkan itu masih ada hubungan langsung dengan kerabat Rasulullah dengan mencatut salah satu nasab keturunan beliau,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat Batu Kajang, rilis Kaltimpos.co.id, Senin (2 /9/ 2013).
Dari  informasi dan beberapa kejadian, serta ritual–ritual yang dilakukan sekelompok orang yang meyakini akan kebenaran makam, Ustaz  Muhammad Sayuti, salah seorang ulama, bersama tokoh agama dan pemuka masyarakat Batu Sopang, melakukan pemantauan sejak awal penemuan makam. Hingga empat tahun sudah makam dikeramatkan dan ramai pengunjungnya.
Tiba malam haul tahun keempat kembali dilaksanakan di salah satu rumah warga, Senin (19/8/2013) . Ustaz Sayuti telah mengingatkan kepada mereka agar acara tersebut tidak digelar apalagi dibesar-besarkan. Sebab, sampai saat ini tidak terdapat satu informasi dan rujukan apapun yang dapat dipegang tentang kebenaran makam keramat tersebut.
Namun kegiatan tersebut tetap berlangsung, Ustaz Sayuti meminta kepada sejumlah warga di sekitar lokasi kegiatan haul  untuk menggiring Abdul Kadir, yang mengeramatkan makam itu beserta pengikutnya,  bertemu di Mushala Ibadurrahman, kompleks perumahan PT Kideco Jaya Agung, Batu Kajang.    
Malam itu sekira pukul 22.00 Wita,  sejumlah warga datang membawa Abdul Kadir.   Setelah dihadapkan kepada Ustaz Sayuti didampingi sejumlah  habib,  guru agama dan jamaah  pengajian rutin musala ini, Abdul Kadir diminta untuk menjelaskan asal-usul penemuan makam.
Setelah  dilakukan dialog dan tanya jawab secara mendalam, Abdul Kadir tidak dapat memberikan informasi dengan dasar dan rujukan yang kuat. Apa yang disampaikannya lebih banyak didasarkan mimpi dan halusinasi.  Akhirnya ditarik kesimpulan pada pertemuan hingga pukul 01.00 Wita dini hari itu, makam  akan dibongkar.
“Pembongkaran harus dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk memastikan apakah makam tersebut benar-benar makam dan patutkah juga untuk dikeramatkan,” kata Sayuti. Setelah dilakukan pembongkaran dan penggalian makam  selama lebih kurang dua jam, makam sepanjang 4,2 meter dengan lebar 1,2 meter dan  dalam  2,3 meter itu tak layak dikeramatkan, karena isinya kosong.
Abdul Kadir, penemu makam pun akhirnya meminta maaf kepada semua masyarakat Batu Kajang. Makam yang selama ini disebut-sebut sebagai keramat  ternyata bukan makam siapa-siapa dan tidak patut untuk dikeramatkan.
Fenomena gunung es
Perilaku masyarakat dalam memperlakukan kuburan dengan berziarah untuk meminta kepada kuburan, atau meminta kepada Allah Ta’ala dengan perantara kuburan adalah perbuatan yang menyimpang dari aqidah Islam, alias syirik. Fenomena seperti banyak sekali di masyarakat. Bagaikan gunung es yang muncul di permukaan sebagai konsumsi publik  pucuknya saja. Sementara bagian tengah, bawah, hingga dasar banyak sekali.
Pada masyarakat urban berpendidikan sudah diperkenalkan syirik demokrasi, lewat buku dan ceramah para ustadz, bagus dan hebat. Faktanya syirik kuburan masih banyak di negeri ini. Dibutuhkan banyak mujahid dakwah yang menjelaskan syiriknya perbuatan tersebut di pelosok nusantara. Dakwah tauhid dan jihad harus disampaikan pada manusia-manusia yang mengaku Muslim tersebut. (azm/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/11/29/jahiliyah-menyembah-kuburan-kosong.html#sthash.n9nAwxL9.dpuf

ahiliyah, empat tahun menyembah kuburan kosong

Jum'at, 25 Muharram 1435 H / 29 November 2013 11:01
Jahiliyah, empat tahun menyembah kuburan kosong
Makam kosong buatan orang jahil yang sudah empat tahun banyak diziarahi oleh manusia bodoh, sedang digali Perilaku syirik ini terjadi di Paser Kalimantan Timur
PASER KALTIM (Arrahmah.com) - Model jahiliyah tempo dulu masih marak di negeri ini, manusia menyembah kuburan, dengan alasan ziarah kubur.  Hari ini jahiliyah itu sangat parah, karena kuburan yang disembah ternyata kosong. Ini bukan berita baru, kejadiannya dua bulan lalu di Kalimantan Timur.
Belasan warga Batu Kajang Kecamatan Batu Sopang, Paser, Kaltim akhir Agustus lalu, membongkar makam yang selama ini dianggap keramat. Selama empat tahun, beberapa orang bodoh yang percaya makam itu keramat ternyata hanya menziarahi liang kuburan kosong.
Makam yang tidak jelas asal-muasalnya itu selama empat tahun terakhir atau sejak Agustus 2009 lalu dianggap keramat oleh sekelompok orang. Sejak itu, cepat saja keberadaan makam jadi buah bibir. Bahkan sempat menimbulkan pro-kontra di masyarakat Batu Kajang.
Selama empat tahun sejak pertama kali ditemukan, rasa gerah dan kegelisahan warga semakin menjadi-jadi. Ini dikarenakan intensitas peziarah yang datang baik, dari dalam maupun luar Batu Kajang, semakin meningkat. Ditambah lagi dengan sejumlah ritual keagamaan. Seperti haul rutin yang selalu digelar dengan menghadirkan sejumlah orang sembari mensosialisasikan akan keberadaan makam.
“Yang membuat tokoh agama semakin gerah, yakni adanya cerita-cerita yang dikarang dengan menghubung-hubungkan kalau yang dimakamkan itu masih ada hubungan langsung dengan kerabat Rasulullah dengan mencatut salah satu nasab keturunan beliau,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat Batu Kajang, rilis Kaltimpos.co.id, Senin (2 /9/ 2013).
Dari  informasi dan beberapa kejadian, serta ritual–ritual yang dilakukan sekelompok orang yang meyakini akan kebenaran makam, Ustaz  Muhammad Sayuti, salah seorang ulama, bersama tokoh agama dan pemuka masyarakat Batu Sopang, melakukan pemantauan sejak awal penemuan makam. Hingga empat tahun sudah makam dikeramatkan dan ramai pengunjungnya.
Tiba malam haul tahun keempat kembali dilaksanakan di salah satu rumah warga, Senin (19/8/2013) . Ustaz Sayuti telah mengingatkan kepada mereka agar acara tersebut tidak digelar apalagi dibesar-besarkan. Sebab, sampai saat ini tidak terdapat satu informasi dan rujukan apapun yang dapat dipegang tentang kebenaran makam keramat tersebut.
Namun kegiatan tersebut tetap berlangsung, Ustaz Sayuti meminta kepada sejumlah warga di sekitar lokasi kegiatan haul  untuk menggiring Abdul Kadir, yang mengeramatkan makam itu beserta pengikutnya,  bertemu di Mushala Ibadurrahman, kompleks perumahan PT Kideco Jaya Agung, Batu Kajang.    
Malam itu sekira pukul 22.00 Wita,  sejumlah warga datang membawa Abdul Kadir.   Setelah dihadapkan kepada Ustaz Sayuti didampingi sejumlah  habib,  guru agama dan jamaah  pengajian rutin musala ini, Abdul Kadir diminta untuk menjelaskan asal-usul penemuan makam.
Setelah  dilakukan dialog dan tanya jawab secara mendalam, Abdul Kadir tidak dapat memberikan informasi dengan dasar dan rujukan yang kuat. Apa yang disampaikannya lebih banyak didasarkan mimpi dan halusinasi.  Akhirnya ditarik kesimpulan pada pertemuan hingga pukul 01.00 Wita dini hari itu, makam  akan dibongkar.
“Pembongkaran harus dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk memastikan apakah makam tersebut benar-benar makam dan patutkah juga untuk dikeramatkan,” kata Sayuti. Setelah dilakukan pembongkaran dan penggalian makam  selama lebih kurang dua jam, makam sepanjang 4,2 meter dengan lebar 1,2 meter dan  dalam  2,3 meter itu tak layak dikeramatkan, karena isinya kosong.
Abdul Kadir, penemu makam pun akhirnya meminta maaf kepada semua masyarakat Batu Kajang. Makam yang selama ini disebut-sebut sebagai keramat  ternyata bukan makam siapa-siapa dan tidak patut untuk dikeramatkan.
Fenomena gunung es
Perilaku masyarakat dalam memperlakukan kuburan dengan berziarah untuk meminta kepada kuburan, atau meminta kepada Allah Ta’ala dengan perantara kuburan adalah perbuatan yang menyimpang dari aqidah Islam, alias syirik. Fenomena seperti banyak sekali di masyarakat. Bagaikan gunung es yang muncul di permukaan sebagai konsumsi publik  pucuknya saja. Sementara bagian tengah, bawah, hingga dasar banyak sekali.
Pada masyarakat urban berpendidikan sudah diperkenalkan syirik demokrasi, lewat buku dan ceramah para ustadz, bagus dan hebat. Faktanya syirik kuburan masih banyak di negeri ini. Dibutuhkan banyak mujahid dakwah yang menjelaskan syiriknya perbuatan tersebut di pelosok nusantara. Dakwah tauhid dan jihad harus disampaikan pada manusia-manusia yang mengaku Muslim tersebut. (azm/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/11/29/jahiliyah-menyembah-kuburan-kosong.html#sthash.n9nAwxL9.dpuf

Jahiliyah, empat tahun menyembah kuburan kosong

Jum'at, 25 Muharram 1435 H / 29 November 2013 11:01
Jahiliyah, empat tahun menyembah kuburan kosong
Makam kosong buatan orang jahil yang sudah empat tahun banyak diziarahi oleh manusia bodoh, sedang digali Perilaku syirik ini terjadi di Paser Kalimantan Timur
PASER KALTIM (Arrahmah.com) - Model jahiliyah tempo dulu masih marak di negeri ini, manusia menyembah kuburan, dengan alasan ziarah kubur.  Hari ini jahiliyah itu sangat parah, karena kuburan yang disembah ternyata kosong. Ini bukan berita baru, kejadiannya dua bulan lalu di Kalimantan Timur.
Belasan warga Batu Kajang Kecamatan Batu Sopang, Paser, Kaltim akhir Agustus lalu, membongkar makam yang selama ini dianggap keramat. Selama empat tahun, beberapa orang bodoh yang percaya makam itu keramat ternyata hanya menziarahi liang kuburan kosong.
Makam yang tidak jelas asal-muasalnya itu selama empat tahun terakhir atau sejak Agustus 2009 lalu dianggap keramat oleh sekelompok orang. Sejak itu, cepat saja keberadaan makam jadi buah bibir. Bahkan sempat menimbulkan pro-kontra di masyarakat Batu Kajang.
Selama empat tahun sejak pertama kali ditemukan, rasa gerah dan kegelisahan warga semakin menjadi-jadi. Ini dikarenakan intensitas peziarah yang datang baik, dari dalam maupun luar Batu Kajang, semakin meningkat. Ditambah lagi dengan sejumlah ritual keagamaan. Seperti haul rutin yang selalu digelar dengan menghadirkan sejumlah orang sembari mensosialisasikan akan keberadaan makam.
“Yang membuat tokoh agama semakin gerah, yakni adanya cerita-cerita yang dikarang dengan menghubung-hubungkan kalau yang dimakamkan itu masih ada hubungan langsung dengan kerabat Rasulullah dengan mencatut salah satu nasab keturunan beliau,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat Batu Kajang, rilis Kaltimpos.co.id, Senin (2 /9/ 2013).
Dari  informasi dan beberapa kejadian, serta ritual–ritual yang dilakukan sekelompok orang yang meyakini akan kebenaran makam, Ustaz  Muhammad Sayuti, salah seorang ulama, bersama tokoh agama dan pemuka masyarakat Batu Sopang, melakukan pemantauan sejak awal penemuan makam. Hingga empat tahun sudah makam dikeramatkan dan ramai pengunjungnya.
Tiba malam haul tahun keempat kembali dilaksanakan di salah satu rumah warga, Senin (19/8/2013) . Ustaz Sayuti telah mengingatkan kepada mereka agar acara tersebut tidak digelar apalagi dibesar-besarkan. Sebab, sampai saat ini tidak terdapat satu informasi dan rujukan apapun yang dapat dipegang tentang kebenaran makam keramat tersebut.
Namun kegiatan tersebut tetap berlangsung, Ustaz Sayuti meminta kepada sejumlah warga di sekitar lokasi kegiatan haul  untuk menggiring Abdul Kadir, yang mengeramatkan makam itu beserta pengikutnya,  bertemu di Mushala Ibadurrahman, kompleks perumahan PT Kideco Jaya Agung, Batu Kajang.    
Malam itu sekira pukul 22.00 Wita,  sejumlah warga datang membawa Abdul Kadir.   Setelah dihadapkan kepada Ustaz Sayuti didampingi sejumlah  habib,  guru agama dan jamaah  pengajian rutin musala ini, Abdul Kadir diminta untuk menjelaskan asal-usul penemuan makam.
Setelah  dilakukan dialog dan tanya jawab secara mendalam, Abdul Kadir tidak dapat memberikan informasi dengan dasar dan rujukan yang kuat. Apa yang disampaikannya lebih banyak didasarkan mimpi dan halusinasi.  Akhirnya ditarik kesimpulan pada pertemuan hingga pukul 01.00 Wita dini hari itu, makam  akan dibongkar.
“Pembongkaran harus dilakukan dengan maksud dan tujuan untuk memastikan apakah makam tersebut benar-benar makam dan patutkah juga untuk dikeramatkan,” kata Sayuti. Setelah dilakukan pembongkaran dan penggalian makam  selama lebih kurang dua jam, makam sepanjang 4,2 meter dengan lebar 1,2 meter dan  dalam  2,3 meter itu tak layak dikeramatkan, karena isinya kosong.
Abdul Kadir, penemu makam pun akhirnya meminta maaf kepada semua masyarakat Batu Kajang. Makam yang selama ini disebut-sebut sebagai keramat  ternyata bukan makam siapa-siapa dan tidak patut untuk dikeramatkan.
Fenomena gunung es
Perilaku masyarakat dalam memperlakukan kuburan dengan berziarah untuk meminta kepada kuburan, atau meminta kepada Allah Ta’ala dengan perantara kuburan adalah perbuatan yang menyimpang dari aqidah Islam, alias syirik. Fenomena seperti banyak sekali di masyarakat. Bagaikan gunung es yang muncul di permukaan sebagai konsumsi publik  pucuknya saja. Sementara bagian tengah, bawah, hingga dasar banyak sekali.
Pada masyarakat urban berpendidikan sudah diperkenalkan syirik demokrasi, lewat buku dan ceramah para ustadz, bagus dan hebat. Faktanya syirik kuburan masih banyak di negeri ini. Dibutuhkan banyak mujahid dakwah yang menjelaskan syiriknya perbuatan tersebut di pelosok nusantara. Dakwah tauhid dan jihad harus disampaikan pada manusia-manusia yang mengaku Muslim tersebut. (azm/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/11/29/jahiliyah-menyembah-kuburan-kosong.html#sthash.n9nAwxL9.dpuf

Kamis, 28 November 2013

Inilah Orang-Orang yang Menyeret Keluarga Cikeas



JAKARTA - Nama anggota keluarga Cikeas belakangan kerap disebut dalam sidang perkara korupsi atau setelah pemeriksaan saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Susilo Bambang Yudhoyono dan putranya, Edhie Baskoro alias Ibas, yang paling sering disebut-sebut dekat dengan orang-orang yang tersandung kasus korupsi.

1. Ridwan Hakim

Anak dari Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin itu menyebut Sengman adalah orang dekat Presiden SBY. Dalam rekaman percakapan yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, terungkap Ridwan dan terdakwa kasus dugaan suap impor daging sapi, Ahmad Fathanah, membahas duit Rp40 miliar.

Fathanah mengatakan dalam rekaman percakapan itu, "Empat puluh dikirim lewat Sengman dan Hendra waktu itu.”

Hakim penasaran dengan sosok Sengman dan bertanya ke Ridwan. Menurut Ridwan, jika datang ke PKS, Sengman adalah utusan Presiden SBY. "Di BAP (berita acara pemeriksaan) ditulis orang dekat SBY," ujarnya.

2. Luthfi Hasan Ishaaq

Dalam sidang kasus dugaan suap impor daging, terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq menyebut Bunda Putri sangat dekat dengan Presiden SBY. Kaitan Bunda Putri dengan kasus tersebut diduga sebagai saksi kunci.

"Bunda Putri orang yang setahu saya sangat dekat dengan SBY. Dia sangat tahu informasi kebijakan reshuffle," ujar Luthfi saat itu.

3. Muhammad Nazaruddin

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut menuding Ibas mengetahui dana haram yang selama ini mengalir ke kas partai. Sebagai bendahara umum, Nazar mengaku selalu melaporkan pemasukan kas partai secara detail ke Ibas, yang menjabat sekretaris jenderal.

"Selama jadi Bendahara Umum Demokrat, saya laporkan setiap bulan pada ketua umum dan sekretaris jenderal, Mas Ibas. Saya laporkan semuanya secara detail," beber Nazar.

4. Tri Dianto

Pria asal Cilacap itu menilai penyidik KPK seharusnya memeriksa SBY dan Ibas terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Hal itu dikatakan mantan Ketua DPC Partai Demokrat Cilacap tersebut usai diperiksa penyidik KPK.

Menurut dia, sebagai steering committe congres Demokrat di Bandung, Ibas diduga lebih tahu apakah dana haram proyek Hambalang masuk ke kongres atau tidak. "Panggilan itu yang berhak menerima itu Ibas," tegasnya.

5. Deviardi

Pelatih golf mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini tersebut dihadirkan sebagai saksi di sidang kasus suap SKK Migas. Dia menyebut bos PT Kernel Oil, Widodo Ratanachaitong punya jaringan ke Istana, Ibas, dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam.

Pernyataan ini muncul setelah hakim membacakan BAP Deviardi. "Beliau (Widodo) punya tujuh perusahaan minyak di luar negeri semuanya. Bahwa Widodo punya jaringan sampai ke Istana, DPR, dan Dipo Alam," kata hakim anggota Joko Subagyo saat membacakan BAP Deviardi.
(trk)

 

Prof Romli: Century sudah terang, KPK yang tak berani


JAKARTA. Ahli hukum pidana Prof Romli Atmasasmita mengkritik cara kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut skandal bail out Bank Century.

Romli menilai, KPK gamang mengusut Century yang sebenarnya sudah terang benderang. Ia mengaku sudah menyampaikan semua pendapatnya sebagai ahli hukum kepada KPK sejak lama.

“Saya juga bingung, untuk siapa saya ke sini? Kan kasusnya sudah terang benderang. Jadi menurut saya, saya punya keyakinan omongan saya sudah dikutip KPK. Cuma satu, keberanian enggak ada. Bagaimana KPK meminta BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) melakukan investigasi tapi KPK-nya tetap lambat bergerak,” ujar Romli saat diundang oleh Tim Pengawas Bank Century DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2013).

Romli berpendapat, pihak-pihak yang mesti bertanggung jawab sebenarnya sudah jelas. Misalnya, dia menyebutkan soal tanggung jawab kolektif kolegial di antara Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam proses pengucuran Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century. Menurut Romli, Wakil Presiden Boediono yang saat itu menjadi Gubernur Bank Indonesia tidak bisa lepas tangan.

Pihak yang bertanggung jawab lainnya, sebut Romli, adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “LPS ini bertanggung jawab kepada Presiden. Jadi sudah sangat jelas sebenarnya kasus Century, di situ ada Menkeu, Gubernur BI, dan Presiden,” katanya.

Menurut Romli, pimpinan KPK saat ini tidak seberani pimpinan KPK di bawah Antasari Azhar. Ia mengkritik cara KPK yang mengistimewakan pemeriksaan terhadap Boediono. Pemeriksaan tidak dilakukan di kantor KPK seperti kasus-kasus lainnya, melainkan di Istana Wapres.

Hal lain yang disoroti Romli adalah soal audit yang dilakukan BPK. Ia berpendapat, audit itu sudah sangat jelas menggambarkan pelanggaran yang terjadi. Proses pengambilan kebijakan terhadap Bank Century, katanya, juga tidak perlu dilihat dari niat jahatnya. Dari fakta-fakta yang ada sudah tampak bahwa Bank Centruy hanya dijadikan sarana untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

“Masalahnya, kenapa laporan BPK yang jelas itu tidak dibuka? Kenapa nggak ditanyakan? Kenapa pimpinan KPK tidak memanggil sebagai saksi seperti Hamzah dan Assegaf?” ucap mantan Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM itu.

Seperti diberitakan, dalam kasus Century, KPK menetapkan Budi Mulya sebagai tersangka atas dugaan melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Boediono telah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya. Keterangan yang diminta penyidik KPK fokus pada pemberian fasilitas FPJP. Boediono meyakini, langkah penyelamatan atau pengambilalihan Bank Century merupakan langkah yang tepat. Hal itu terbukti dengan situasi krisis yang dapat dilewati pada 2009 dan perekonomian Indonesia terus tumbuh. Bahkan, pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi menempati peringkat kedua dunia, di bawah China. (Sabrina Asril)

Karni Ilyas: KPK Masih Seperti Pemadam Kebakaran


Jakarta - Pemberantasan korupsi di Indonesia sedang gencar dilakukan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini, sudah banyak mengusut berbagai praktik korupsi di negeri ini.

Sejumlah elite politik, pejabat negara maupun pengusaha, harus merasakan sepak terjang KPK. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Ketua Dewan Penasihat Forum Pemred, Karni Ilyas, kinerja KPK masih seperti pemadam kebakaran.

"Tiap hari kita bertepuk tangan, ada tokoh-tokoh publik yang jadi tersangka dan ditangkap. Seolah-olah itu menyelesaikan masalah. Tapi apa yang dilakukan KPK baru seperti pemadam kebakaran. Asal-usul api (korupsi) tidak pernah ada yang mau utak-atik," ungkap Karni, dalam konferensi pers terkait rencana pertemuan puncak II Forum Pemred, pada 10-11 Desember 2013.

Seperti diketahui, acara pertemuan puncak Forum Pemred itu juga bakal ditambah dengan Kongres Kebangsaan bertajuk "Menggagas Kembali Haluan Bangsa Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka".

"Ada pengusaha perkebunan ditangkap karena menyuap bupati miliaran rupiah. Tapi sebenarnya, seluruh pengusuaha perkebunan harus bayar upeti tiap tahun, tiap bulan, kepada kepala daerah. Enggak hanya ke bupati, ke Polres juga, Kodim juga, LSM, serta wartawan-wartawan bodrek yang punya jatah," tutur Karni lagi.

Karni menjelaskan, tidak ada langkah kongkrit dari KPK dalam mengubah sistem yang mencegah adanya upeti-upeti tersebut. "Sekarang, ada berapa orang yang sudah ditangkap? Ada berapa gubernur, maupun bupati dan wali kota? Kalau sungguh-sungguh, semua bupati, wali kota, gubernur yang eksis sekarang itu, (mestinya) tersangka atau pidana," tambah Pemred TV One ini.

Ditambahkan Karni lagi, setiap calon kepala daerah mengeluarkan modal besar ketika maju pemilihan kepala daerah (pilkada). "Banyak kepala daerah yang ingin balik modal. Bagaimana bisa enggak cari uang, kalau mau jadi bupati di Jawa mesti keluar Rp20 miliar, gubernur Rp300-500 miliar. Kalau sistem ini dijalankan, maka sampai generasi ketujuh, kita nanti enggak pernah akan ada penyelesaian," imbuhnya. (beritasatu)

Selasa, 19 November 2013

Akhirnya, Partai An-Nour Salafy 'Pendukung Kudeta' Dibubarkan!



By: SELIDIK

Harian Al-Gumhuriya menurunkan laporan bahwa Mahkamah Tinggi Mesir telah mengeluarkan keputusan pembubaran partai An-Nour Salafy. Keputusan ini seiring dengan larangan berdirinya partai berbasis agama.

Namun demikian, pemerintah kudeta meminta keputusan tersebut ditunda atau tidak diberitakan di media-media, sebelum tuntasnya penyusunan konstitusi oleh Tim 50 dimana partai An-Nour Salafy menjadi salah satu wakil kalangan Islam di Tim 50.

Larangan pemberitaan disebabkan kekhawatiran Salafy An-Nour melakuan demo besar-besaran, lalu kemudian bergabung dengan pendukung Mursi.

Sungguh An-Nour Salafy kena batunya. Ibarat menampar air, cipratannya mengenai muka sendiri. Terlebih donatur kudeta pendukung Salafy, yaitu Saudi Arabia kini telah bersepakat banyak hal dengan Israel yang sudah jelas nya musuh bersama umat Islam.


___
NB (admin): sebagaimana diketahui, partai An-Nour Salafy merupakan pendukung As-Sisi dalam mengkudeta presiden sah Muhammad Mursi.

Dalam pemilu pertama paling demokratis Mesir pasca tergulingnya rezim Husni Mubarak, Partai bentukan Ikhwanul Muslimin, al-Hurriyah wal adalah (FJP) berhasil mendapatkan 163 kursi dengan perolehan 50% suara di parlemen. Posisi kedua diraih partai al-Nur Salafy dengan 72 kursi atau 22,1%, posisi ketiga ditempati Kutlah Mishriyah dengan 26 kursi (8%), posisi keempat Partai al-Wafd dengan perolehan 27 kursi, dan sisanya 11 partai gurem mendapatkan 38 kursi.



Minggu, 10 November 2013

Sosok Soeharto Dimata Orang Aceh



“...Orang-orang yang menyakiti orang-orang beriman lelaki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan dan dosa yang nyata...” (Qur-an, Al-Ahzab: 58)

Hingga detik ini, saat Suharto sudah menemui ajal dan dikuburkan di kompleks pemakaman keluarganya di Imogiri. Namun, perampokan atas seluruh kekayaan alam negeri Indonesia masih saja terus berjalan dan dikerjakan dengan sangat leluasa. Sederet fakta-fakta yang tak terbantahkan jika negeri ini tengah meluncur ke jurang kehancuran. Soeharto dianggap dalang dari itu semua.
Namun siapa sangka, walau sudah banyak sekali buku-buku ilmiah yang ditulis para cendekia dari dalam dan luar negeri tentang betapa bobroknya kinerja pemerintahan di saat Suharto berkuasa selama lebih kuarng 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen yang tak terbantahkan, namun nama Suharto masih saja dianggap harum oleh sejumlah kalangan.
Bahkan ada yang begitu konyol mengusulkan agar sosok yang oleh Bung Karno ini disebut sebagai Jenderal itu diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dan diberi gelar Guru bangsa. Walau menggelikan, namun begitulah kenyataannya.
Sebab itu, tulisan ini berusaha memaparkan apa adanya tentang Jenderal Suharto. Agar setidaknya, mereka yang menganggap Suharto layak diberi gelar guru bangsa atau pun pahlawan nasional, harus bisa bermuhasabah dan melakukan renungan yang lebih dalam, sudah benarkah tindakan tersebut.
Fakta sejarah harus ditegakkan, bersalah atau tidak seorang Suharto harus diputuskan lewat jalan hukum yakni lewat jalur pengadilan. Adalah sangat gegabah menyerukan rakyat ini agar memaafkan dosa-dosa seorang Suharto sebelum kita semua tahu apa saja dosa-dosa Suharto karena dia memang belum pernah diseret ke muka pengadilan.

Sejarah itu Bermula
Aceh, kenyataannya bukanlah wilayah yang NKRI pada awalnya, namun bergabung dengan Indonesia saat Agresi militer Belanda dan sekutu pada tahun 1947-1949. Kala seluruh wilayah NKRI dikuasai Tentara sekutu, para pemimpin Indonesia -yang dimaksud- Ir. Soekarno dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara, hijrah ke Aceh. Ketika itu, Aceh belum wilayah NKRI.

Disanalah Bung Karno membakar semangat rakyat Aceh dengan pidatonya berapi-api di depan masjid raya Baiturrahman. Didasari persaudaraan se-muslim (Ukhwah Islamiyah), Para memimpin dan Ulama-ulama Aceh saat itu tergerak untuk membantu perjuangan Indonesia agar terlepas dari cengkeraman Belanda kembali.

Para pemimpin Aceh mulai membentuk suatu lembaga guna menggalang dana perjuangan RI, seluruh rakyat Aceh ikut andil mengumpulkan sumbangan dalam bentuk, Emas, Uang dan properti. Hingga terkumpullah dana yang sangat besar, selama Oktober-Desember 1949 terkumpul S$ 500 ribu. Saat itu, pemerintah Indonesia sudah nyaris bangkrut.

Tak hanya itu, kemudian rakyat Aceh mengumpulkan lagi 5 kilogram emas untuk membeli obligasi pemerintah untuk biaya kantor perwakilan Indonesia di Singapura, untuk Kedutaan Besar RI di India, serta biaya untuk L.N. Palar-duta besar Indonesia pertama di PBB (1950-1953)-di New York.

Ke mana saja uang S$ 500 ribu itu dibagikan? Antara lain untuk Angkatan Bersenjata (S$ 250 ribu), kantor pemerintah Indonesia (S$ 50 ribu), pengembalian pemerintah RI dari Yogya (S$ 100 ribu), dan S$ 100 ribu diserahkan kepada Mr. A.A. Maramis. Ini belum lagi cerita dua pesawat pertama RI jenis Dakota yang juga dari sumbangan rakyat Aceh. Sekali lagi, saat itu Aceh (masih) bukan bagian NKRI. Sayangnya, semua itu berakhir dengan pengkhianatan.

Lalu, Apa kaitnya Aceh dengan Soeharto?

Catatan atas kejahatan HAM rezim Suharto juga dimulai dari wilayah paling barat negeri ini. Kejahatan HAM atas Muslim Aceh yang pertama kali diawali oleh VOC Belanda, diteruskan oleh rezim Orde Lama Soekarno, dan ditindas lebih kejam lagi di masa kekuasaan Suharto.

Bahkan di zaman Jenderal Suharto-lah, Aceh yang sangat berjasa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI—dari segi finansial, sebab itu juga Aceh disebut sebagai ‘Lumbung Uang RI’—justru dijadikan 'lapangan tembak'bernama Daerah Operasi Militer (DOM), 1989-1998.

Selama penerapan status DOM, Aceh telah berubah menjadi The Killing Field, dan keadilan pun pergi dari Bumi Para Ulama itu. Berbagai pola penyiksaan yang diterapkan militer, dari pembakaran dan penjarahan, hingga pelecehan seksual (bahkan perkosaan) sampai penghilangan hak hidup manusia.

Kekejian benar-benar menemukan bentuknya di Serambi Mekkah. Pada masa-masa suram ini, hampir saban hari bisa dipastikan ada mayat yang dibuang di tepi jalan. Seperti kutipan testimoni Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), T. Ibrahim Alfian kala itu mengungkapkan;

"Nuwun Sewu, Aceh itu terlalu besar sumbangannya bagi Republik ini. Kenapa dalam negeri pancasila ini semua bisa terjadi. Dan mengapa rakyat Aceh diperlakukan seperti itu? Itu kan bangsa kita sendiri! Ini tindakan yang fasistik, kejam, dan biadab. Mana hati nurani itu? Betul-betul saya sangat sedih. Apalagi karena saya tahu sejarah." (T. Ibrahim Alfian)

Tragedi Simpang KKA (1998)

Sesungguhnya, pembantaian di Aceh bukanlah cerita baru, berbagai kisah memilukan yang menimpa masyarakat di Aceh selama kurun gelap sejarah perjalanan peradaban Aceh yang terjadi pada masa invasi Belanda, Jepang, juga Orde Lama dan Orde Baru.

Wilayah Aceh yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya, dengan minyak dan gas bumi. Sampai dengan akhir dasawarsa 1980-an, Aceh telah menyumbang lebih dari 30% total produksi ekspor migas Indonesia. Pada 1971 di Aceh Utara ditemukan cadangan gas alam cair (LNG) yang sangat besar.
Mobile Oil, perusahaan tambang AS, diberi hak untuk mengekploitasinya dan dalam enam tahun kemudian kompleks penyulingan KNG sudah beroperasi di dalam areal yang dinamakan Zona Industri Lhokseumauwe (ZIL). Di tempat yang sama, berabad lalu, di sinilah Kerajaan Islam pertama Samudera Pase berdiri, dan kini oleh Suharto diserahkan kekayaan alam negeri ini yang sungguh besar kepada AS.
Sebelumnya, di Aceh Timur, dalam waktu 30 tahun sejak 1961, Asamera, suatu perusahaan minyak Kanada, telah menggali tak kurang dari 450 sumur minyak. Sumber gas alam yang ditemukan di sekitar sumur-sumur itu lebih kaya dari persediaan gas alam di Aceh Utara. Produksi Pabrik Pupuk ASEAN di Aceh hampir 90 persen diekspor, dan dari kompleks petrokimia diharapkan penjualan kimia aromatik sebesar US$200 juta setahun.
Pabrik Kertas Kraft Aceh (KKA) juga sudah mulai memproduksi kertas karung semen sejak 1989. Dari penghematan impor pembungkus semen saja pemerintah sudah memperoleh laba US$89 juta setahun, sedang ekspor kertas semen menghasilkan US$43 juta. Pada 1983 Aceh menyumbang 11 persen dari seluruh ekspor Indonesia.
Suharto tahu betul jika kekayaan alam Aceh sungguh luar biasa. Sebab itu, dengan amat rakus rezim Orde Baru terus-menerus menguras kekayaan alam ini. Ironisnya, nyaris semua keuntungan yang diperoleh dari eksploitasi kekayaan alam Aceh ini dibawa kabur ke Jakarta.

Rakyat Aceh tidak mendapatkan apa-apa. Mereka tetap tinggal dalam kemiskinan dan kemelaratan. Pemerintah Jakarta bukannya mengembalikannya ke rakyat Aceh sebagai pemilik yang sah, tapi justru mengirim ribuan tentara untuk memerangi rakyat Aceh yang sudah tidak berdaya.
Dalam dasawarsa 1990-an, dari 27 provinsi di Indonesia, Aceh menempati posisi provinsi ke-7 termiskin di seluruh Indonesia. Lebih dari 40 persen dari 5.643 desa di Aceh telah jatuh ke bawah garis kemiskinan. Hanya 10 persen pedesaan Aceh menikmati aliran listrik. Di kawasan ZIL hanya 20% penduduk yang mendapat saluran air bersih. Yang lain mendapat pasok air dari sumur galian yang sering tercemar oleh limbah zona industri.
Peneliti AS, Tim Kell, dalam laporannya menulis, “Friksi dan perbenturan nilai pun terjadi antara penduduk asli dan pendatang. Para migran menenggak bir, berdansa-dansi, melambungkan harga-harga di pasar. Mereka hidup mewah di kolam kemiskinan rakyat Aceh. Limbah industri mencemari tanah dan masuk ke sumur-sumur penduduk asli. Polusi meluas ke laut, merusak lahan nelayan.
Pengangguran meningkat. Pemiskinan berlanjut. Industrialisasi gagal merombak struktur perekonomian rakyat Acehsecara fundamental, karena ia memang tak pernah menjadi bagian dari perekonomian asli rakyat Aceh”. Inilah salah satu “hasil” pembangunan rezim Suharto di Aceh.
Secara obyektif Tim Kell melanjutkan, “Pada tahun-tahun 1940-an para ulama PUSA sudah kecewa atas tak diterapkannya hukum Islam di seluruh Indonesia. Pada 1950, status Aceh sebagai provinsi dicabut dan dilebur ke dalam Provinsi Sumatera Utara. Pemerintahan sipil, pertahanan, dan perekonomian, diambil dari ruang lingkup pengaruh PUSA. Kekecewaan atas perlakuan semacam ini, dan kecemasan akan kehilangan identitasnya, mengantar Aceh ke pemberontakan 1953 di bawah pimpinan Daud Beureueh.”
Di bawah rezim Suharto, jenderal ini membawa ideologi pembangunan dan stabilitas politik, dan dengan kacamata kuda yang “sentralistik-Majapahit”, Suharto mengangap sama semua orang, semua daerah, semua suku, semua organisasi, termasuk Aceh. Suharto menganggap semuanya itu sama saja dengan “Majapahit”. Status “istimewa” sebagai negeri Islam Aceh pun dihabisi.

Pakar HAM Nasional, Otto Syamsuddin Ishak dalam buku 'Aceh Merdeka dalam Perdebatan' menulis tertimoninya: "Aceh hanyalah sebuah sekoci dari 27 buah sekoci dalam kapal besar indonesia. Kalaulah memang sekoci itu tidak bisa dipakai lagi, tidak etis bila kapten dan awak kapal ramai-ramai menghancurkan sekoci itu. Dan jangan pula sekocinya diperlakukan tidak adil jika keadilan tidak bisa diberikan."
Otonomi Aceh di bidang agama, pendidikan, dan hukum adat, sebagaimana tercantum dalam UU No.5/1974 tentang Dasar-Dasar Pemerintahan Daerah, pada kenyataannya keistimewaan Provinsi Aceh hanyalah di atas kertas. Gubernur dipilih hanya dengan persetujuan Suharto, Bupati hanya bisa menjabat dengan restu Golkar.

Pelecehan Aceh terus berlanjut. Aceh bahkan dianggap tak cukup terhormat untuk menjadi tuan rumah suatu Kodam. Komando Daerah Militer dipindahkan ke Medan.
Pada 1990, Gubernur Ibrahim Hasan yang notabene direstui Suharto mewajibkan semua murid sekolah dasar Islam untuk mampu membaca Al-Qur’an. Peraturan ini dikecam oleh para pejabat di Jakarta. Bahkan Depdikbud mengirim tim untuk menyelidiki “penyelewengan” tersebut.
Beberapa bulan kemudian pejabat Dikbud kabupaten melonggarkan peraturan yang melarang murid perempuan memakai jilbab ke sekolah. Kepada murid yang ingin berjilbab diizinkan untuk menyimpang dari peraturan tersebut.

Pemerintah Jakarta bereaksi keras atas pelonggaran ini. Peraturan nasional harus dipatuhi secara nasional, tanpa kecuali. Dan jilbab diharamkan oleh rezim Suharto di Aceh.
Ted Robert Gurr dalam "Why Men Rebel? (Mengapa Orang Berontak?)" juga menulis bahwa orang akan berontak jika way of life-nya terancam oleh perkembangan baru. Aceh telah kehilangan sumber alamnya, mata pencariannya, gaya hidupnya. Orang Aceh kehilangan suaminya, anak-anaknya, kehilangan harapannya, kehilangan segalanya.
Kendati tidak terbantahkan, hingga kini masih ada orang yang berpura buta bertanya, “Mengapa rakyat Aceh berontak?” Aceh jelas telah menjadi tumbal rezim Orde Baru, Setelah diperkosa habis-habisan Jakarta. Siapa pun yang punya hati nurani jelas mendukung sikap rakyat Aceh yang menarik kembali kesediaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

Kamis, 25 April 2013

"Kekalahan Madrid, Lewandowski, dan Pelajaran untuk PKS"





by Nastarita
(Staf Bidpuan DPW PKS Kaltim)

Melirik pertandingan semifinal leg pertama Liga Champions tadi subuh (25/4) antara Borussia Dortmund dan Real Madrid yang berakhir diluar dugaan (4-1 Madrid kalah), kita pun akan menyaksikan pemandangan yang sangat kontras. Skuad Si Putih yang begitu mentereng dan Penghuni Iduna park yg didominasi pemain muda tanpa nama besar. Sekedar informasi, starting eleven Real Madrid keseluruhan bernilai 345 juta poundsterling, bandingkan dengan dortmund yang hanya memiliki bandrol 29 juta pounds. Bahkan, gaji Ricardo Kaka pun lebih besar nominalnya dibanding gaji keseluruhan pemain Dortmund.
Ada pelajaran penting yang mestinya bisa ditangkap. Pertama, bahwa kaderisasi internal adalah hal terpenting. Dari starting eleven Madrid, hanya Rafael Varane, bek 19 tahun yang merupakan produk asli akademi Castila, sisanya adalah produk 'jadi' yang memang didatangkan saat mereka tengah 'on fire', Ronaldo dari MU, Kaka dari Milan, Benzema dari Lyon, Alonso dari Liverpool. Ozil dan Khedira pun dikontrak pasca tampil ciamik bersama timnas Jerman di piala dunia 2010. Dengan skuad sedemikian mahal, sejak kedatangan Ronaldo (tahun ini genap 5 musim), Madrid cuma mampu memenangi 1 trofi La Liga, 1 Copa del Rey, dan 1 piala Super Spanyol. Gak worthed dengan nominal uang yang sudah digelontorkan.
Lihatlah berapa banyak partai politik yang melakukan strategi serupa, seolah tradisi politisi "kutu loncat" yang pindah partai sampai berkali-kali sudah jadi hal lumrah. Plus jadi petinggi pula di partai yang baru. Secara kasat mata, mungkin ini terlihat berhasil, tapi mau sampai kapan?
Maka aku menaruh simpatik yang sangat tinggi pada PKS yang memiliki kaderisasi terstruktur, begitu rapi dan terjaga. PKS merupakan satu-satunya partai politik di Indonesia saat ini yang lebih mengutamakan kader internal untuk diusung sebagai calon legislatif ketimbang nama-nama beken seperti selebritis yang banyak digunakan partai-partai lain sebagai pendongkrak suara.

Tidak heran, ketika terpilih, Aleg-Aleg dari PKS bekerja sepenuh hati, karena mereka paham akan keberadaan mereka sebagai amanah besar, sense of belonging yang tinggi membuat mereka bahkan rela mengundurkan diri saat melakukan kesalahan, ketimbang merusak kepercayaan rakyat terhadap Partai. Sedangkan yang lain, sebagian dari mereka berkerja hanya untuk citra pribadi, sampai menggunakan cara-cara kotor yang merugikan demi mengembalikan uang yang mereka habiskan saat kampanye. Gak ada urusan dengan citra partai karena sejak awal memang tidak ada ikatan emosional, tidak ada cinta (#tsaaah). Semoga PKS tetap istiqomah.
Pelajaran kedua, dari sosok Robert Lewandowski, pemuda polandia berusia 24 tahun. Pemain yang pada musim 2006-2007 lalu masih bermain di divisi 3 liga Polandia, ia ditransfer ke Borussia Dortmund dari Lech 3 tahun lalu hanya dengan nominal 4,5 juta euro. 20 kali lipat lebih kecil dari bandrol Cristiano Ronaldo saat diboyong Madrid dari Old Trafford.
Siapa yang menyangka, kalau pemain ini bisa menggelontorkan 4 gol sekaligus ke gawang tim sekelas Real Madrid, sesuatu yang bahkan Lionel Messi, pemegang 4 ballon d'Or berturut-turut tidak pernah lakukan. Lewandoski bermain penuh determinasi dan tanpa rasa takut.
Jangan pernah remehkan mereka yang tak punya nama besar. Partai Keadilan Sejahtera, sewaktu masih bernama Partai Keadilan bahkan tidak lolos electoral threshold mungkin suatu hari nanti juga bisa menjelma sebagai "lewandowski" dan mengejutkan peta politik Indonesia dan dunia.
Partai ini dibangun dari nol, dari tak punya apa-apa, tak punya tokoh, dari jumlah kader yang sangat sedikit. Siapa yang menyangka kalau saat ini PKS bisa menjadi salah satu Partai terbesar yang begitu disegani.
Maka menang di 2014 nanti akan menjadi pembuktian PKS bahwa nama besar tidaklah menjadi jaminan, bahwa kemenangan akan berada dalam genggaman selama kita bertarung dengan determinasi tinggi dan penuh keyakinan.
Untukku, sepakbola tidak pernah hanya sekedar sepakbola

Fadilah Caleg PKS  Dapil Pariaman 2  (Pariaman Selatan dan Pariaman Timur)

Sabtu, 16 Maret 2013

Perubahan Wajah Pemakai Narkoba




Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik “narkoba” ataupun “napza”, mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya. Jadi yang akan kita lihat disini adalah perubahan wajah manusia jika orang tersebut memakai narkoba dengan jangka waktu yang lama.
Semoga dengan adanya artikel perubahan wajah pemakai narkoba ini membuat pengguna narkoba atau yang inginmencoba coba akan menjadi sadar. – disadur dari koleksi gambar unik -
 http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com
http://koleksigambarunik.blogspot.com

Jumat, 08 Maret 2013

'Presiden SBY Seorang Paranoid'


Konpers Pasca penetapan APBN-P 2012-sby-abror: Konpers Presiden SBY Pasca Penetapan APBN-P 2012 di Istana Negara Jakarta, Sabtu malam (31/3). Haji Abror rizki/Rumgapres//
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah sering menyatakan keadaan negara terancam. Ini mengesankan ia adalah seorang yang paranoid. 
Menurut Ari, setiap ada ketegangan elite politik, ada manuver politik, maupun ada kelompok oposisi yang tidak menyukai kebijakannya, SBY selalu merasa teradapat ancaman negara.
Padahal itu merupakan bagian dari dinamika politik dan demokrasi saja. "Presiden terlalu mempersonalisasi ancaman negara. Ini terlalu berlebihan," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (3/3).
Dalam proses politik, kata Ari, merupakan hal yang wajar jika terdapat politisi yang  berbeda pendapat dengan SBY. Selama perbedaan pendapat itu masih dalam koridor konstitusi dan tidak melanggar konstitusi itu tidak masalah. 
Ancaman negara itu, Ari menerangkan, seperti aksi kudeta pengambilalihan kekuasaan secara paksa, gerakan separatisme, dan disintegrasi. Selain itu juga aksi yang mengganggu jalannya pemerintah seperti aksi mensabotase kegiatan ekonomi secara menyeluruh dan aksi yang melumpuhkan pelayanan publik.
SBY merasa terancam, kata Ari, bukan hanya kali ini saja. Dulu SBY juga merasa akan ditembak teroris. Jika memang ada gerakan semacam itu, seharusnya SBY cukup menyampaikannya kepada Kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menangkap mereka yang mengganggu keamanan SBY.
"Tidak perlu disampaikan kepada publik jika memang terdapat konspirasi," katanya menegaskan.
Jika kritik terhadap SBY saja dianggap ancaman, ujar Ari, maka itu terlalu berlebihan. Jika ada pihak yang tidak menyukai langkah SBY dalam mengatur negara itu merupakan dinamika demokrasi. Seharusnya tidak dianggap sebagai ancaman.
Dulu pada era Soeharto, Petisi 50 terhadap Soeharto dianggap sebagai ancaman negara. Ini merupakan bentuk personalisasi ancaman negara. Kadang personalisasi ancaman negara merupakan sebuah cara untuk membungkam oposisi agar mereka lumpuh. Jika ini menjadi cara memberangus oposisi maka demokrasi bisa terancam.

Selasa, 05 Maret 2013

Mengenal Lebih Dekat Muhammadiyah



Islamedia - Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
  1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,
  2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.
Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.
Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) .
Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.
Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.
Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.
Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
  1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
  2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
  3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
  4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
  5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat
(Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.
Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.
sumber : web resmi muhammadiyah.or.id