Budaya, True Story January 8th, 2013
Masih saja saya menemukan tulisan kasar yang dipajang ditempat-tempat umum seperti tulisan “babi dilarang parkir”
yang pernah saya potret dan publish di blog. Seolah seperti sudah
membudaya, kali ini giliran anjing yang kebagian pamor. Sudah lama saya
ingin memotret fenomena ini, tetapi karena selalu saja lupa hingga
berbulan lamanya dan baru sempat siang tadi sepulang kantor untuk
mengambil gambarnya. Tulisannya mulai pudar terkena panas dan hujan.
Butuh beberapa bulan lagi mungkin untuk membuat tulisan tersebut
benar-benar tidak terbaca. Pengambilan gambarnya kurang pas karena
diburu cuaca, itu kalimat lengkapnya adalah “ANJING YANG BUANG (sampah) DILUAR“.
Tulisan tersebut ada di bagian depan kotak sampah besar seukuran 2×2×1
meter yang ada digerbang depan perumahan tempat saya tinggal sekarang.
Senada dengan “babi dilarang parkir” yang jengah terhadap mobil-mobil yang parkir sesukanya didepan jalan untuk keluar masuk kendaraan, “anjing yang buang diluar”
inipun dibuat orang akibat kekesalan yang mendalam dan jengkel yang
tiada tara terhadap orang-orang yang membuang sampah sembarangan diluar
TPS. Padahal sudah disediakan tempat sampah segede gaban, tapi masih
saja banyak sampah yang berserakan menjijikkan diluar “kotak” tersebut.
Saya tidak suka memang dengan tulisan
kasar dan tidak mendidik seperti diatas, tapi saya bisa mengerti alasan
munculnya tulisan tersebut. Paling sulit memang mengatur manusia, bahkan
untuk hal sepele semacam adat atau cara membuang sampah. Jujur saja,
saya pernah beberapa kali ikut membuang sampah diluar kotaknya. Tapi
sumpah! saya melakukan itu bukan karena kesengajaan, melainkan terpaksa
harus begitu karena sudah terlalu banyak sampah diluar kotak sehingga
untuk berjalan mendekati kotak rasanya tidak mungkin. Hingga akhirnya
saya ikut meletakkannya diluar. terimakasih yang sebesar-besarnya
untuk Bapak-bapak pengangkut sampah dengan truk kuningnya yang saban
pagi selalu bekerja mengambil semua sampah di TPS, didalam maupun diluar
kotak.
Berbicara mengenai sampah, saya jadi
teringat pernah melihat pedagang bakso yang dengan entengnya membuang
jeruk sisa bakso dengan cara melemparkannya ke jalan raya. Bukan hanya
satu, ada 5 atau 6 buah jeruk habis pakai yang ia lemparkan sekaligus.
Bapak itu tentulah tidak buta dan bisa dengan jelas memastikan bahwa
ruas jalan yang ada didepan matanya itu bukanlah tong sampah. Atau bisa
jadi saat itu ia berfikir jeruk-jeruk tersebut akan habis kelindes motor atau mobil yang lewat ?
Lain waktu pernah ada seorang Ibu
berjualan berkeliling dikawasan perumahan tempat saya tinggal untuk
menjajakan ikan segar yang masih hidup yang dibawanya dalam sebuah
ember. Saya memanggilnya dan memilih 1 kg ikan ukuran sedang, untuk
kemudian meminta si Ibu agar membersihkan insang dan sisik ikan. Dengan
cekatan si Ibu membersihkan ikan-ikan tersebut. Setelah selesai
ikan-ikan tersebut ia masukkan kedalam plastik sementara sisa insang dan
sisik ikan ia jatuhkan ke selokan kering didepan rumah.
“sebentar bu..”, saya masuk kedalam rumah, mengambil satu kantong asoy dan memberikannya ke Ibu, “sampahnya masukin kesini aja”
Untung selokannya hanya selokan kecil
yang dangkal dan kering. Mudah saja Ibu itu mengambil kembali sampah
ikan dan memasukkannya ke plastik yang saya berikan. Mungkin saja Ibu
itu sengaja membuang sampah ikan ke selokan dengan harapan ada kucing
yang akan menjamah sampah tersebut. atau bisa jadi Beliau berfikir
sampah-sampah itu toh akan musnah oleh bakteri pengurai dalam beberapa
hari.
Seperti
kejadian-kejadian nyata diatas, acapkali kita menganggap enteng
terhadap sampah-sampah kecil yang kita buang, bungkus permen, kertas
tisue, cabe bekas gorengan, kita selalu menganggap enteng sampah-sampah
tersebut. Kita selalu berfikir “aih sampah dikit ini..”
Kita lantas lupa, saya juga mungkin lupa, bahwa banyak kota/kabupaten di Indonesia ini yang merupakan Kota Adipura. Adipura berarti kota yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Dan Pemerintah berjuang untuk itu!. Berusaha sekuat tenaga menghijaukan kota, mencanangkan banyak program demi meraih penghargaan Adpura. Lalu apa balasan masyarakat ?
Banjir datang pemerintah yang disalahkan.
Sampah berserakan pemerintah yang dianggap nggak peduli. Kota rusak
lagi-lagi pemerintah yang disalahkan.
Padahal kita sendirilah yang salah dan
tidak peduli dengan lingkungan. Yang perlu kita lakukan sebenarnya
sangat sepele, yaitu tidak membuang sampah sembarangan. Hanya itu.
Urusan keindahan taman, membersihkan jalan umum, merawat pohon-pohon
kota, membangun TPS/TPA, mengeruk sungai dan lainnya bisa kita serahkan
ke Pemerintah. Kita sudah dimudahkan oleh pasukan sapu jagad yang saban hari membersihkan areal umum. Tanpa bantuan mereka mungkin bumi yang kita pijak ini carut marut oleh sampah.
Perkara sampah ini pun seperti sudah
menjadi warisan turun temurun sejak jaman Soeharto hingga SBY. Walaupun
kampanye “jangan membuang sampah sembarangan” ini nggak henti
disosialisasikan, namun pada kenyataannya slogan tersebut hanya sebatas
slogan. Fakta yang ada dilapangan jauh dari harapan. Sebagian besar masyarakat masih saja nggak sadar akan pentingnya membuang sampah hanya pada tempatnya.
Sering saya menemukan sampah tak dikenal
yang tercecer dijalan depan rumah, ada bungkusan chiki, Plastik Aqua,
karung bekas semen, bungkus rokok gudang garam, botol mizone, pampers
bekas yang terbawa air hujan, dan banyak lagi. Bahkan dipagar samping
rumah ada peti bekas minuman yang tergeletak sekenanya. Dan saya nggak
kenal siapa pemilik sah sampah-sampah tersebut. Andai sampah bisa
bicara, pasti sudah saya kembalikan sampah tersebut ke pemiliknya. Atau
justru saya yang akan menerima banyak pengembalian sampah ?
Kita akui sajalah dosa-dosa kita yang masih sering membuang sampah sembarangan. Saya juga mengakui beberapa kali saya pernah khilaf
membuang sampah berupa bungkus kacang yang saya buang dari kaca mobil
saat melintas keluar kota menggunakan travel. Dan baru-baru ini saya
membuang sampah kulit kacang (iyaaaa ini memang kesalahan yang sangat memalukan)
di stadion gelora sriwijaya saat menyaksikan pertandingan sfc vs
persiba. Kali ini diiringi delikan mata suami yang berarti sangat tidak
setuju dengan kelakuan saya, ia bahkan menyimpan sampah makanan kami di
plastik dan tidak membuangnya sembarangan. suka deh dengan caranya sayang… *deep kiss*
Sejak
kecil kita dididik oleh Guru untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Bahkan sampai saya duduk di dunia kerja pun masih saja dididik untuk
membuang sampah dengan benar sesuai jenisnya, Organik dan anOrganik.
Jujur saya akui, lagi-lagi saya masih melakukan kesalahan, seringkali
(tepatnya selalu) saya lupa untuk memisahkan mana organik dan mana
anorganik uhm.. tapi minimal saya sudah membuang sampah pada tempatnya #pembenaran.
Postingan ini saya buat bukan saja untuk
mengingatkan orang lain dalam mengelola sampah, melainkan untuk lebih
mengingatkan saya pribadi agar selalu membuang sampah hanya pada
tempatnya. Sekaligus ikut mendukung program Pemerintah dalam
mencanangkan budaya Adipura, karena sejatinya Adipura bukanlah sebatas
piala yang diperebutkan, Adipura berarti upaya membangun budaya masyarakatnya untuk menerapkan hidup bersih.
Jadi, kenapa kita tidak membuat resolusi untuk berani tidak membuang
sampah sembarangan, sekecil apapun sampah tersebut. Demi Indonesia yang
lebih sehat (PKS PARIAMAN SELATAN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar