Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Januari 2013

Sampah Liar atau Manusianya Yang Liar


Budaya, True Story January 8th, 2013

Masih saja saya menemukan tulisan kasar yang dipajang ditempat-tempat umum seperti tulisan “babi dilarang parkir” yang pernah saya potret dan publish di blog. Seolah seperti sudah membudaya, kali ini giliran anjing yang kebagian pamor. Sudah lama saya ingin memotret fenomena ini, tetapi karena selalu saja lupa hingga berbulan lamanya dan baru sempat siang tadi sepulang kantor untuk mengambil gambarnya. Tulisannya mulai pudar terkena panas dan hujan. Butuh beberapa bulan lagi mungkin untuk membuat tulisan tersebut benar-benar tidak terbaca. Pengambilan gambarnya kurang pas karena diburu cuaca, itu kalimat lengkapnya adalah “ANJING YANG BUANG (sampah) DILUAR“. Tulisan tersebut ada di bagian depan kotak sampah besar seukuran 2×2×1 meter yang ada digerbang depan perumahan tempat saya tinggal sekarang.
sampah
Senada dengan “babi dilarang parkir” yang jengah terhadap mobil-mobil yang parkir sesukanya didepan jalan untuk keluar masuk kendaraan, “anjing yang buang diluar” inipun dibuat orang akibat kekesalan yang mendalam dan jengkel yang tiada tara terhadap orang-orang yang membuang sampah sembarangan diluar TPS. Padahal sudah disediakan tempat sampah segede gaban, tapi masih saja banyak sampah yang berserakan menjijikkan diluar “kotak” tersebut.
Saya tidak suka memang dengan tulisan kasar dan tidak mendidik seperti diatas, tapi saya bisa mengerti alasan munculnya tulisan tersebut. Paling sulit memang mengatur manusia, bahkan untuk hal sepele semacam adat atau cara membuang sampah. Jujur saja, saya pernah beberapa kali ikut membuang sampah diluar kotaknya. Tapi sumpah! saya melakukan itu bukan karena kesengajaan, melainkan terpaksa harus begitu karena sudah terlalu banyak sampah diluar kotak sehingga untuk berjalan mendekati kotak rasanya tidak mungkin. Hingga akhirnya saya ikut meletakkannya diluar. terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Bapak-bapak pengangkut sampah dengan truk kuningnya yang saban pagi selalu bekerja mengambil semua sampah di TPS, didalam maupun diluar kotak.
Berbicara mengenai sampah, saya jadi teringat pernah melihat pedagang bakso yang dengan entengnya membuang jeruk sisa bakso dengan cara melemparkannya ke jalan raya. Bukan hanya satu, ada 5 atau 6 buah jeruk habis pakai yang ia lemparkan sekaligus. Bapak itu tentulah tidak buta dan bisa dengan jelas memastikan bahwa ruas jalan yang ada didepan matanya itu bukanlah tong sampah. Atau bisa jadi saat itu ia berfikir jeruk-jeruk tersebut akan habis kelindes motor atau mobil yang lewat ?
Lain waktu pernah ada seorang Ibu berjualan berkeliling dikawasan perumahan tempat saya tinggal untuk menjajakan ikan segar yang masih hidup yang dibawanya dalam sebuah ember. Saya memanggilnya dan memilih 1 kg ikan ukuran sedang, untuk kemudian meminta si Ibu agar membersihkan insang dan sisik ikan. Dengan cekatan si Ibu membersihkan ikan-ikan tersebut. Setelah selesai ikan-ikan tersebut ia masukkan kedalam plastik sementara sisa insang dan sisik ikan ia jatuhkan ke selokan kering didepan rumah.
“sebentar bu..”, saya masuk kedalam rumah, mengambil satu kantong asoy dan memberikannya ke Ibu, “sampahnya masukin kesini aja”
Untung selokannya hanya selokan kecil yang dangkal dan kering. Mudah saja Ibu itu mengambil kembali sampah ikan dan memasukkannya ke plastik yang saya berikan. Mungkin saja Ibu itu sengaja membuang sampah ikan ke selokan dengan harapan ada kucing yang akan menjamah sampah tersebut. atau bisa jadi Beliau berfikir sampah-sampah itu toh akan musnah oleh bakteri pengurai dalam beberapa hari.
Seperti kejadian-kejadian nyata diatas, acapkali kita menganggap enteng terhadap sampah-sampah kecil yang kita buang, bungkus permen, kertas tisue, cabe bekas gorengan, kita selalu menganggap enteng sampah-sampah tersebut. Kita selalu berfikir “aih sampah dikit ini..”
Kita lantas lupa, saya juga mungkin lupa, bahwa banyak kota/kabupaten di Indonesia ini yang merupakan Kota Adipura. Adipura berarti kota yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Dan Pemerintah berjuang untuk itu!. Berusaha sekuat tenaga menghijaukan kota, mencanangkan banyak program demi meraih penghargaan Adpura. Lalu apa balasan masyarakat ?
Banjir datang pemerintah yang disalahkan. Sampah berserakan pemerintah yang dianggap nggak peduli. Kota rusak lagi-lagi pemerintah yang disalahkan.
Padahal kita sendirilah yang salah dan tidak peduli dengan lingkungan. Yang perlu kita lakukan sebenarnya sangat sepele, yaitu tidak membuang sampah sembarangan. Hanya itu. Urusan keindahan taman, membersihkan jalan umum, merawat pohon-pohon kota, membangun TPS/TPA, mengeruk sungai dan lainnya bisa kita serahkan ke Pemerintah. Kita sudah dimudahkan oleh pasukan sapu jagad yang saban hari membersihkan areal umum. Tanpa bantuan mereka mungkin bumi yang kita pijak ini carut marut oleh sampah.
Perkara sampah ini pun seperti sudah menjadi warisan turun temurun sejak jaman Soeharto hingga SBY. Walaupun kampanye “jangan membuang sampah sembarangan” ini nggak henti disosialisasikan, namun pada kenyataannya slogan tersebut hanya sebatas slogan. Fakta yang ada dilapangan jauh dari harapan. Sebagian besar masyarakat masih saja nggak sadar akan pentingnya membuang sampah hanya pada tempatnya.
Sering saya menemukan sampah tak dikenal yang tercecer dijalan depan rumah, ada bungkusan chiki, Plastik Aqua, karung bekas semen, bungkus rokok gudang garam, botol mizone, pampers bekas yang terbawa air hujan, dan banyak lagi. Bahkan dipagar samping rumah ada peti bekas minuman yang tergeletak sekenanya. Dan saya nggak kenal siapa pemilik sah sampah-sampah tersebut. Andai sampah bisa bicara, pasti sudah saya kembalikan sampah tersebut ke pemiliknya. Atau justru saya yang akan menerima banyak pengembalian sampah ? :P
Kita akui sajalah dosa-dosa kita yang masih sering membuang sampah sembarangan. Saya juga mengakui beberapa kali saya pernah khilaf membuang sampah berupa bungkus kacang yang saya buang dari kaca mobil saat melintas keluar kota menggunakan travel. Dan baru-baru ini saya membuang sampah kulit kacang (iyaaaa ini memang kesalahan yang sangat memalukan) di stadion gelora sriwijaya saat menyaksikan pertandingan sfc vs persiba. Kali ini diiringi delikan mata suami yang berarti sangat tidak setuju dengan kelakuan saya, ia bahkan menyimpan sampah makanan kami di plastik dan tidak membuangnya sembarangan. suka deh dengan caranya sayang… *deep kiss*
Sejak kecil kita dididik oleh Guru untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan sampai saya duduk di dunia kerja pun masih saja dididik untuk membuang sampah dengan benar sesuai jenisnya, Organik dan anOrganik. Jujur saya akui, lagi-lagi saya masih melakukan kesalahan, seringkali (tepatnya selalu) saya lupa untuk memisahkan mana organik dan mana anorganik :mrgreen: uhm.. tapi minimal saya sudah membuang sampah pada tempatnya #pembenaran.
Postingan ini saya buat bukan saja untuk mengingatkan orang lain dalam mengelola sampah, melainkan untuk lebih mengingatkan saya pribadi agar selalu membuang sampah hanya pada tempatnya. Sekaligus ikut mendukung program Pemerintah dalam mencanangkan budaya Adipura, karena sejatinya Adipura bukanlah sebatas piala yang diperebutkan, Adipura berarti upaya membangun budaya masyarakatnya untuk menerapkan hidup bersih. Jadi, kenapa kita tidak membuat resolusi untuk berani tidak membuang sampah sembarangan, sekecil apapun sampah tersebut. Demi Indonesia yang lebih sehat :)  (PKS PARIAMAN SELATAN)

Rabu, 09 Januari 2013

Seberapa Mahal Biaya Bersekolah di RSBI?


foto: Ilustrasi


Prins David Saut - detikNews
Jakarta - Peraturan tengan pengadaan program peningkatan pendidikan berupa Rintisan Sekolah Berbasis Internasional (RSBI) resmi dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Pangkal masalahnya adalah biaya yang harus dibayar peserta didiknya dianggap diskriminasi dalam kegiatan belajar mengajar.

Sebenarnya berapa biaya yang harus dibayarkan?

"Bervariasilah," ujar Sekjen Federasi Serikat Guru, Retno Listyarti, di kantornya di SMU 13 Jakarta, Jl Seroja 1, Rawabadak Utara, Koja, Jakarta, Rabu (9/1/2013).

"Sekolah saya ini (SMU 13 Jakarta) yang paling murah. Tahun lalu yang hitungannya sebelum BHD APBD DKI memberikan BUP itu sebulan Rp 600 ribu. Untuk uang masuk yang sekali dalam 3 tahun (uang gedung -red) Rp 7,5 juta," sambungnya.

Sedangkan untuk yang tergolong RSBI berbiaya mahal, Retno mencontohkan SMAN 70, Bulungan, Jakarta Selatan, yang uang bulananya Rp 1 juta dan uang masuk Rp 12,5 juta. Lainnya adalah SMAN 81, Jakarta Timur. Uang bulanannya yang Rp 500 ribu per siswa memang lebih rendah, tetapi uang pangkalnya mencapai 15 juta.

"kalau dihitung-hitung sebulan Rp 500 ribu dikali 12 bulan berarti Rp 6 juta, tambah Rp 15 juta uang masuk jadinya Rp 21 juta. Tapi untuk tahun pertama," papar Retno.

Retno menilai tingginya angka pungutan RSBI yang membuat pengkastaan antara si kaya dan si kaya. "Inikan beda dengan kelas internasional. Di RSBI ada tiga kelas internasional, jadi kan Rp 40 juta per tahunnya kelihatan pengkastaannya," tutup wanita yang biasa mengajar bahasa Inggris di SMU 13 Jakarta.

Program RSBI ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan UU 20/2003 pasal 50 ayat 3 yang Selasa (8/1/2013) dibatalkan oleh MK. Di dalam aturan itu dinyatakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

Sekolah yang memiliki program RSBI biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan mendatangkan tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada akhir tahun pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi tes tambahan berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.

Pengadaan RSBI yang intinya adalah menciptakan sekolah yang lebih berkualitas diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.

(vid/lh)  (pks pariaman selatan)