Selasa, 29 Januari 2013
To be Doers!
Oleh Herry Nurdi*
Sering membayangkan periode-periode dalam Perang Mu’tah sebagai gambaran sebuah film kolosal, penuh tokoh-tokoh heroik dengan kejadian-kejadian yang spektakular. Zaid bin Haritsah
bertempur dengan gagah berani, mengangkat tinggi-tinggi panji-panji,
sekian banyak tombak yang menancap ditubuhnya. Dia terus maju memimpin,
meski tombak dan panah mengucurkan darahnya. Akhirnya, panglima kaum
Muslimin Zaid bin Haritsah jatuh juga ke tanah.
Panji-panji Rasulullah segera diambil oleh panglima kedua, Ja’far bin Abi Thalib.
Dia bertempur dengan sangat berani. Memimpin pasukan yang hanya
berjumlah ribuan, melawan tentara Romawi yang berhimpun lebih dari
200.000 orang. Tangan kanan Ja’far bin Abi Thalib, tertebas pedang. Kini
tangan kirinya yang memegang panji-panji sambil terus memimpin pasukan.
Lalu tangan kirinya pun, terpotong oleh lawan. Dengan pangkal lengannya
kini Ja’far mempertahankan bendera. Akhirnya, Ja’far menemui syahidnya
dengan cara mendekap panji dengan pangkal lengan yang sudah tak
bertangan.
Abdullah ibn Rawahah kini mengambil alih kepemimpinan pasukan.
Memang sempat terbetik galau dan ragu dalam hatinya. Tapi segera semua
itu ditepisnya tak bersisa. Sudah sejak semalam, sesungguhnya Abdullah
ibnu Rawahah tak makan. Di diberi sepotong daging oleh saudaranya, di
tengah-tengah laga, ”Agar tegak tulang punggungmu menghadapi lawan.”
Tapi ketika dipegangnya daging yang hanya sekerat itu, Abdullah ibnu
Rawahah merasa terlalu lama. ”Apakah kau masih sibuk dengan dunia?”
pertanyaan itu memburunya. Kemudian dia pun maju mengangkat pedang, dan
terbunuh di tengah pertempuran.
Disinilah muncul pertanyaan-pertanyaan besar di tengah peperangan.
Rasulullah hanya berpesan, ”Angkatlah Zaid bin Haritsah sebagai
panglima. Jika dia terkena musibah, Ja’far bin Abi Thalib yang akan
menggantikannya. Dan kalau Ja’far bin Abi Thalib juga terkena musibah,
Abdullah ibnu Rawahah yang akan menjadi panglima.” Itu saja pesan
Rasulullah, tak ada pengganti setelah Abdullah ibnu Rawahah. Padahal
kini ketiganya sudah meninggal dunia setelah bertempur dengan gagah.
Terjadi kekosongan pemimpin, dan tentu saja membuat situasi ricuh dan
genting. Di tengah-tengan keadaan yang demikian rupa, Tsabit bin Arqam
menangkap panji-panji Rasulullah yang tadi dipegang oleh Abdullah ibnu
Rawahah. ”Wahai kaum Muslimin, inilah panji-panji Rasulullah! Pilihlah
seorang pemimpin di antara kalian!”
Waktu terus berpacu, musuh terus menyerang. Sementara pasukan tak ada
komandan. Mendengar teriakan Tsabit bin Arqan, pasukan kaum Muslimin
justru menunjuknya sebagai panglima. ”Andalah orangnya!”
”Bukan aku. Aku tak bisa!” jawab Tsabit bin Arqam yang tahu benar
menjadi panglima di tengah perang sama sekali bukan urusan gampang.
Kemudian pasukan kaum Muslimin menunjuk Khalid bin Walid sebagai
panglima perang. Khalid segera mengambil panji-panji Rasulullah, dan
bertempur dengan gigihnya. Dalam satu kesempatan, Khalid bin Walid
pernah mengisahkan betapa dahsyatnya peperangan kala itu. ”Pada waktu
Perang Mu’tah, ada sembilan pedang yang hancur di tanganku.
Sampai-sampai yang tersisanya di tanganku hanyalah sepotong besi dari
Yaman yang aku gunakan untuk berperang,” tuturnya.
Bayangkan, sembilan pedang ia gunakan. Satu per satu pedang hancur,
karena lawan yang harus dihadapi memang bukan kepalang. Satu hancur,
diambilnya pedang lain. Satu pedang lagi hancur, diambilnya pedang lain.
Sampai-sampai yang tersisa hanya sepotong besi Yaman yang ia gunakan
untuk berperang.
Dua pasukan bertempur dengan hebatnya sampai menjelang malam. Dan ketika
malam, keduanya berhenti untuk mengambil jeda. Panglima Khalid bin
Walid menarik pasukan untuk istirahat menjauh dari pasukan musuh.
Pasukan Romawi pun tak mengejar, karena hari itu mereka mengalami
pengalaman yang belum pernah dirasakan. Pertempuran gigih dari pasukan
yang jumlahnya jauh lebih kecil dari kekuatan mereka yang besar.
Panglima Khalid bin Walid segera mengatur strategi yang diterapkannya
esok hari. Semalam, sang panglima memerintahkan, agar pasukan yang
berada di sayap kiri berpindah ke sayap kanan. Pasukan yang ada di garis
belakang, kini maju menggantikan pasukan yang ada di garis depan. Dan
ketika matahari pecah, dan dua pasukan kembali berhadap-hadapan, tentara
Romawi melihat panji-panji baru di depan mereka. Tentara Romawi melihat
wajah-wajah baru yang mereka hadapi hari ini. Mereka menyangka, kaum
Muslimin mendapatkan bantuan 'tentara baru' semalam. Dan secara mental,
hal ini telah menjatuhkan semangat perang mereka yang memang sudah
kelelahan.
Ketika peperangan ini berakhir, dan pasukan Muslim kembali ke Madinah,
dan pasukan Romawi tidak mengejarnya, para sejarawan mencatatnya sebagai
kemenangan tersendiri antara pasukan yang berjumlah kecil dengan
tentara Romawi yang hitungannya raksasa. Pasukan Muslimin kehilangan 12
orang pasukan yang syahid di medan laga. Sementara tentara Romawi
mengalami kehilangan yang banyak sekali jumlahnya.
***
Lalu apa hubungannya kisah ini dengan muscle memory? Pernah dengar atau mengetahui apa itu muscle memory?
Muscle memory itu adalah ingatan yang ada dalam setiap jengkal tubuh kita. Setiap syaraf kita menyimpan ingatan-ingatan yang akan membantu segala aktivitas manusia. Salah satu contoh kecilnya adalah, saat kita memencet tuts telepon untuk menghubungi seseorang, ujung jari kita sudah hampir menghapal nomor-nomor siapa yang akan kita hubungi, tanpa perlu melakukan calling memory dari otak besar yang mengendalikan banyak hal. Inilah yang disebut muscle memory.
Khalid bin Walid memiliki muscle memory yang baik dalam hal berinisiatif
melakukan sesuatu pada saat-saat yang penting dan genting. Dia
memutuskan memimpin pasukan, mengambil alih tampuk panglima, mengatur
strategi dan mengoordinir perlawanan. Hitungannya detik, tak bisa
menunggu lama, apalagi untuk berpikir mendalam. Karena terlambat berarti
kekacauan. Meski demikian, Khalid bin Walid memimpin pasukan dengan
gemilang, cerdas, strategis dan penuh ketajaman analisa tentang kondisi
lawan.
Tapi tentu saja, respon yang demikian cepat tidak datang tiba-tiba.
Perlu pembiasaan dan latihan panjang, serta jam terbang. Dan itulah yang
dilakukan oleh Khalid bin Walid sebelum mengambil tanggung jawab besar
sebagai panglima pasukan. Dia memang seorang fields commander,
komandan lapangan, berpengalaman dan memiliki pengetahuan luas yang
mendalam tentang perang. Sehingga, ketika saatnya datang, seluruh
tubuhnya bekerja. Setiap muscle dalam tubuhnya mengirimkan memory-memory
untuk dijadikan bahan pertimbangan keputusan.
Begitu juga dengan kita, seharusnya. Kita harus melatih diri untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik dan mencegah perilaku-perilaku
mungkar. Agar setiap jengkal tubuh kita memiliki memory bagaimana harus
bersikap dan mengambil keputusan tentang kebaikan atau pada saat
menghadapi kemungkaran. Dan pada saatnya kita memimpin, dalam skala
apapun, besar atau kecil, maka keputusan-keputusan kita memiliki
orientasi yang baik dan benar.
*http://herrynurdi.com/2013/01/28/to-be-doers/ (fadilah dpcpks pariaman selatan)
nb: To be Do-ers ... Jadilah pelaku !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar