Rubrik:
Life Skill |
Oleh:
Cahyadi Takariawan - 18/01/13 | 12:30 | 05 Rabbi al-Awwal 1434 H
dakwatuna.com - Ada
sangat banyak manfaat menulis, salah satunya adalah untuk menjaga
kesehatan. Para ulama zaman dahulu telah menunjukkan semangat menulis,
dan tidak ada kisah yang menyebutkan bahwa mereka menjadi sakit karena
banyak menulis. Para ulama salaf justru hidup penuh berkah, di mana
tulisan mereka mencerahkan umat manusia hingga akhir zaman. Dengan usia
mereka yang terbatas, menulis membuat kemanfaatan ilmu mereka tidak
terbatas.
Menulis Adalah Tradisi Para Ulama
Bagaimanakah
semangat para ulama dalam menulis? Lihatlah contoh Imam Syafi’i. Beliau
menulis di atas pelepah kurma, tulang unta, bebatuan dan kertas yang
dibuang orang. Sampai suatu saat kamarnya penuh sesak dengan benda
tersebut dan tidak dapat menjulurkan kakinya ketika tidur. Akhirnya,
beliau menghafal semua catatan dan benda-benda tersebut dikeluarkan dari
kamar. Karyanya yang terkenal adalah
Al-Umm dan
Ar-Risalah.
Abu Manshur Muhammad bin Husain –karena kondisi beliau yang miskin–
menulis pelajaran dan mengulangi bacaannya di bawah cahaya rembulan.
Imam
Al-Bukhari tidur di atas tikar, bila terlintas di benaknya sebuah
masalah, beliau bangun dari tidur, mengambil korek api dan menyalakan
lampu, kemudian menulis hadits dan memberinya tanda. Hal ini bisa beliau
lakukan 15 sampai 20 kali dalam satu malam. Semangat membara inilah
yang melahirkan kitab monumental
Shahih Bukhari, yang ditulis selama 16 tahun. Ibnu Hajar al-’Asqalani, menulis kitab
Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari berjumlah 17 jilid selama 29 tahun. Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam menulis kitab
Gharibul Hadits selama 40 tahun.
Imam
An-Nawawi wafat pada usia 45 tahun dan belum sempat menikah. Tapi kitab
yang ditulisnya beratus ribu halaman. Di antara karya yang terkenal
adalah
Al-Majmu’ dan
Minhajuth Thalibin. Ibnu Aqil adalah seorang ulama yang menulis kitab
Al-Funun,
sebuah ensiklopedia yang memuat beragam ilmu, terdiri dari 800 jilid.
Imam Ad- Dzahabi berkomentar, ”Belum ada kitab di dunia ini yang lebih
tebal dari
Al Funun”. Selain
Al-Funun, beliau juga mempunyai sangat banyak kitab lainnya.
Ibnu
Jauzi adalah ulama yang sangat banyak menulis kitab dalam berbagai
bidang ilmu. Ibnul Warid mengatakan, “Bila lembaran-lembaran buku yang
berhasil ditulis oleh Ibnul Jauzi dikumpulkan, lalu dibandingkan dengan
umur beliau, rata-rata beliau menulis dalam sehari sebanyak sembilan
buah buku seukuran buku tulis.” Karya Ibnul Jauzi mencapai 519 kitab.
Imam Muhammad bin Ali yang lebih dikenal dengan Asy-Syaukani, pengarang kitab Nailul
Authar adalah
seorang ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul fiqih.
Beliau mewariskan 114 karya tulis. Imam Abdul Hayyi Al-Laknawi Al-Hindi
pada usia 39 tahun telah menulis 110 kitab.
As-Sam’ani
menceritakan bahwa Imam al-Baihaqi pernah tertimpa penyakit di
tangannya, sehingga jari-jemarinya dipotong semua, hanya tinggal
pergelangan tangan saja. Sekalipun demikian, beliau tidak berhenti
menulis. Beliau mengambil pena dengan pergelangan tangannya dan
meletakkan kertas di tanah seraya memeganginya dengan kakinya, lalu
menulis dengan tulisan yang indah dan jelas. Demikianlah beliau melalui
hari-harinya, sehingga setiap hari menulis kurang lebih sepuluh lembar.
“Sungguh, ini adalah pemandangan sangat menakjubkan yang pernah saya
lihat darinya,” kata As-Sam’ani.
Menulis Adalah Terapi
Hasil studi dari Karen Baikie, seorang
clinical psychologist dari
University of New South Wales dan hasil studi peneliti dari Universitas
Texas, James Pennebaker, menunjukkan bahwa di antara manfaat menulis
adalah bagian dari terapi kejiwaan. Menurut Karen Baikie, menulis tidak
ada batasan usia, dan menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh
tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan
fisik dan mental.
Dalam studinya, Baikie meminta partisipan
menulis 3 sampai 5 peristiwa yang penuh tekanan selama 15 hingga 20
menit. Hasil studi menunjukkan, mereka yang menuliskan hal tersebut
mengalami perbaikan kesehatan fisik dan mental secara signifikan.
Menurut Baikie, dalam jangka panjang, terapi menulis bisa mengurangi
kadar stres, meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, mengurangi
tekanan darah, memperbaiki fungsi paru-paru, fungsi lever, mempersingkat
waktu perawatan di rumah sakit, meningkatkan mood, membuat penulis
merasa jauh lebih baik, serta mengurangi gejala-gejala trauma.
Terapi
ini bermanfaat bagi orang yang memiliki berbagai masalah kesehatan.
“Partisipan yang menderita asma dan rematik arthritis menunjukkan adanya
perbaikan fungsi paru-paru setelah melakukan tes laboratorium,” kata
Baikie.
Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James
Pennebaker, bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan
T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa yang
penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu, akan
mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda.
Menurutnya,
menulis adalah aktivitas mengasah otak kiri yang berkaitan dengan
analisis dan rasional. Saat melatih otak kiri, otak kanan akan bebas
untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan. Menulis bisa menyingkirkan
hambatan mental dan memungkinkan seseorang menggunakan semua daya otak
untuk memahami diri sendiri, orang lain, serta dunia sekitar dengan
lebih baik.
—
Sumber: