Rabu, 09 Januari 2013

Sengit, Istana-Mahfud MD Saling Serang


By on Januari 2013
PASCA Menteri BUMN, Dahlan Iskan ‘mengobok-obok’ DPR dengan tudingan meminta ‘upeti’, kini giliran Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD yang ‘berperang ‘ dengan istana terkait grasi bandar narkoba.
Setelah menuding ada mafia hukum yang mampu meyakinkan pihak Istana terkait dengan pemberian grasi narkoba, Mahfud mengaku merasa kasihan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menyebut SBY mendapat masukan sesat sehingga memberikan grasi kepada orang yang tak tepat. ”Presiden banyak mendapat masukan yang sesat, yang hanya ingin menyenangkan Presiden,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta Sabtu (10/11) malam. ”Banyak orang cari muka, sehingga dunia hukum kita jadi kacau-balau.”
Komentar keras Mahfud ihwal kalangan Istana itu terkait dengan pemberian grasi bagi Meirika Franola alias Ola.”Seakan-akan grasi itu sudah tepat.” Padahal, menurut Mahfud, Mahkamah Agung telah memberi pendapat kepada Presiden agar Ola tidak diberi grasi karena dia bukan kurir.
Terkait beberapa pihak yang menilai dirinya terlalu banyak bicara, Mahfud menegaskan tidak ada yang bisa melarang dirinya untuk bicara. “Saya katakan ada 2 hal. Di dalam UU tidak ada larangan saya bicara, kecuali berbicara terkait putusan dan rancangan UU. Tidak ada yang bisa melarang saya diam,” tegas Mahfud.
Mahfud merasa tidak ada yang salah ketika dirinya menyampaikan pandangan atau pendapatnya. “Hanya saja saya berbicara kan bisa diwaktu seperti sekarang ini memberikan pidato bukan sebagai ketua MK tapi sebagai hakim,” imbuhnya.
Ola adalah terpidana mati kasus penyelundupan kokain dan heroin di Bandara Soekarno-Hatta pada Januari 2000. Dia lalu mendapat grasi. Vonisnya dikurangi menjadi seumur hidup. Tapi, setelah mendapat grasi, Ola, yang masih mendekam di penjara Tangerang, diduga terlibat lagi, bahkan disebut sebagai otak peredaran narkotik. Hal ini terungkap setelah Badan Narkotika Nasional menangkap NA, 40 tahun, pada 4 Oktober lalu di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. NA kedapatan membawa sabu 775 gram. Hasil penyelidikan Badan Narkotika, NA mengaku sebagai kurir Ola.
Tudingan tersebut kontan membuat kalangan Istana gerah. ”Tak perlu mencari popularitas dengan cara seperti itu. Bikin hubungan Istana dan MK tak harmonis,” ujar Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Dia meminta Mahfud tak sembarangan mengumbar pernyataan di depan publik. Dia menyarankan, jika ada sesuatu yang ingin disampaikan, Mahfud sebaiknya bicara langsung ke Istana.
Sudi Silalahi menyebut bahwa MK juga pernah melanggar Undang-undang.”Kita pernah tahu MK melanggar UU, tapi kita ngga pernah umbar kok. Kita baik-baik beritahu dia,” ujar Sudi.
Bukan hanya Sudi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga menyesalkan pernyataan Mahfud. Menggunakan bahasa Sunda, Dipo berujar, ”Ceuk orang Sunda, teh, eta mah bobodoran si Kabayan. Mahfud sanes fatwa Ketua MK (Kata orang Sunda, omongan Mahfud bukanlah fatwa. Itu hanya lawakan seperti Kabayan).”
Dipo menegaskan, pihak Istana telah menjelaskan bahwa grasi tidak diberikan sembarangan karena sudah melalui tahapan analisis lembaga hukum. Dia meminta Mahfud fokus saja pada pekerjaannya di Mahkamah Konstitusi. ”Omongan itu genit sekali dan mencari perhatian,” kata Dipo.
Mahfud sendiri menanggapi enteng respons Istana. Dia pun tak berkeberatan jika ucapannya berdampak hubungan Istana dengan lembaganya tak harmonis. “Tidak masalah,” katanya saat dimintai konfirmasi kemarin. Ihwal permintaan agar tak lagi mencampuri Istana, Mahfud lagi-lagi menanggapi dengan santai. “Itu menunjukkan mereka pembantu Presiden yang baik.”
Seperti diketahui, sepanjang dua tahun terakhir ini, Presiden SBY memberikan grasi kepada empat terpidana kasus narkoba. Yakni, Merika Pranola alias Ola alias Tania, Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid, Schapelle Leigh Corby, dan Peter Achim Franz Grobmann.
Presiden SBY telah memberikan grasi kepada Ola melalui Keppres Nomor 7/G/2012 ditandatangani pada 25 Januari 2012. Sementara grasi Deni melalui Keppres Nomor 35/G/20122 yang ditandatangani 26 September 2011.
Grasi kepada warga negara Australia Schapelle Leigh Corby dikuatkan melalui Keppres Nomor 22/G Tahun 2012 yang diterbitkan 15 Mei 2012. Terpidana kasus narkoba lain asal Jerman yang mendapat grasi yakni Peter Achim Franz Grobmann (53) tertuang dalam Keppres bernomor 23/G Tahun 2012.
Kenapa Panik?
Reaksi istana yang tampak berang dengan pernyataan Mahfud MD soal pemberian grasi bagi terpidana kasus narkoba Meirika Franola atau Ola dianggap aneh.Terlepas dari benar atau tidaknya ungkapan Mahfud, Istana seharusnya tidak perlu terlalu reaktif.
Demikian diungkapkan pakar psikologi politik UI Hamdi Moeloek.”Kelihatan sekali reaksi dari Pak Sudi sebagai bentuk kepanikan. Ini justru menjadi bumerang seakan-akan memberi pesan bahwa yang diungkap Pak Mahfud benar adanya,” ujar Moeloek.
Moeloek menjelaskan, Mahfud merupakan pimpinan sebuah lembaga negara yang sangat disegani karena kinerjanya yang membanggakan masyarakat.
Bagi dia, sosok Mahfud adalah sosok berintegritas dan sangat punya pengaruh, sehingga sulit dipahami bahwa yang dia katakan adalah sesuatu yang asal bicara tanpa kebenaran.”Publik tahu sosok seorang Mahfud. Ia apa adanya, jujur, punya wibawa, dan berintegritas. Ia orang internal pemerintahan juga yang tahu isi perut di dalam pemerintahan itu sendiri. Pasti ada benarnya juga,” jelas Hamdi.
Ia mencontohkan, saat ia membeberkan ke publik kasus surat palsu MK yang menyeret nama mantan komisioner KPU Andi Nurpati.
“Di situlah kita tahu sosok seorang Mahfud. Ia tidak mungkin bicara sesuatu yang tidak ia ketahui secara jelas. Bahwa kasus ini mentok, itu karena di kepolisian. Tapi, tingkat kebenaran berdasarkan logika publik sudah terang-benderang. Jadi saya cukup yakin bahwa yang beliau sebut itu benar,” terang Moeloek. (Pz/Islampo/Subpos)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar