By Pizaro on Januari 2013
PASCA
Menteri BUMN, Dahlan Iskan ‘mengobok-obok’ DPR dengan tudingan meminta
‘upeti’, kini giliran Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD yang
‘berperang ‘ dengan istana terkait grasi bandar narkoba.
Setelah
menuding ada mafia hukum yang mampu meyakinkan pihak Istana terkait
dengan pemberian grasi narkoba, Mahfud mengaku merasa kasihan terhadap
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menyebut SBY mendapat
masukan sesat sehingga memberikan grasi kepada orang yang tak tepat.
”Presiden banyak mendapat masukan yang sesat, yang hanya ingin
menyenangkan Presiden,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta Sabtu
(10/11) malam. ”Banyak orang cari muka, sehingga dunia hukum kita jadi
kacau-balau.”
Komentar keras Mahfud ihwal kalangan Istana itu
terkait dengan pemberian grasi bagi Meirika Franola alias
Ola.”Seakan-akan grasi itu sudah tepat.” Padahal, menurut Mahfud,
Mahkamah Agung telah memberi pendapat kepada Presiden agar Ola tidak
diberi grasi karena dia bukan kurir.
Terkait beberapa pihak yang
menilai dirinya terlalu banyak bicara, Mahfud menegaskan tidak ada yang
bisa melarang dirinya untuk bicara. “Saya katakan ada 2 hal. Di dalam UU
tidak ada larangan saya bicara, kecuali berbicara terkait putusan dan
rancangan UU. Tidak ada yang bisa melarang saya diam,” tegas Mahfud.
Mahfud
merasa tidak ada yang salah ketika dirinya menyampaikan pandangan atau
pendapatnya. “Hanya saja saya berbicara kan bisa diwaktu seperti
sekarang ini memberikan pidato bukan sebagai ketua MK tapi sebagai
hakim,” imbuhnya.
Ola adalah terpidana mati kasus penyelundupan
kokain dan heroin di Bandara Soekarno-Hatta pada Januari 2000. Dia lalu
mendapat grasi. Vonisnya dikurangi menjadi seumur hidup. Tapi, setelah
mendapat grasi, Ola, yang masih mendekam di penjara Tangerang, diduga
terlibat lagi, bahkan disebut sebagai otak peredaran narkotik. Hal ini
terungkap setelah Badan Narkotika Nasional menangkap NA, 40 tahun, pada 4
Oktober lalu di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. NA kedapatan
membawa sabu 775 gram. Hasil penyelidikan Badan Narkotika, NA mengaku
sebagai kurir Ola.
Tudingan tersebut kontan membuat kalangan
Istana gerah. ”Tak perlu mencari popularitas dengan cara seperti itu.
Bikin hubungan Istana dan MK tak harmonis,” ujar Menteri Sekretaris
Negara Sudi Silalahi. Dia meminta Mahfud tak sembarangan mengumbar
pernyataan di depan publik. Dia menyarankan, jika ada sesuatu yang ingin
disampaikan, Mahfud sebaiknya bicara langsung ke Istana.
Sudi
Silalahi menyebut bahwa MK juga pernah melanggar Undang-undang.”Kita
pernah tahu MK melanggar UU, tapi kita ngga pernah umbar kok. Kita
baik-baik beritahu dia,” ujar Sudi.
Bukan hanya Sudi, Sekretaris
Kabinet Dipo Alam juga menyesalkan pernyataan Mahfud. Menggunakan bahasa
Sunda, Dipo berujar, ”Ceuk orang Sunda, teh, eta mah bobodoran si
Kabayan. Mahfud sanes fatwa Ketua MK (Kata orang Sunda, omongan Mahfud
bukanlah fatwa. Itu hanya lawakan seperti Kabayan).”
Dipo
menegaskan, pihak Istana telah menjelaskan bahwa grasi tidak diberikan
sembarangan karena sudah melalui tahapan analisis lembaga hukum. Dia
meminta Mahfud fokus saja pada pekerjaannya di Mahkamah Konstitusi.
”Omongan itu genit sekali dan mencari perhatian,” kata Dipo.
Mahfud
sendiri menanggapi enteng respons Istana. Dia pun tak berkeberatan jika
ucapannya berdampak hubungan Istana dengan lembaganya tak harmonis.
“Tidak masalah,” katanya saat dimintai konfirmasi kemarin. Ihwal
permintaan agar tak lagi mencampuri Istana, Mahfud lagi-lagi menanggapi
dengan santai. “Itu menunjukkan mereka pembantu Presiden yang baik.”
Seperti
diketahui, sepanjang dua tahun terakhir ini, Presiden SBY memberikan
grasi kepada empat terpidana kasus narkoba. Yakni, Merika Pranola alias
Ola alias Tania, Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid,
Schapelle Leigh Corby, dan Peter Achim Franz Grobmann.
Presiden
SBY telah memberikan grasi kepada Ola melalui Keppres Nomor 7/G/2012
ditandatangani pada 25 Januari 2012. Sementara grasi Deni melalui
Keppres Nomor 35/G/20122 yang ditandatangani 26 September 2011.
Grasi
kepada warga negara Australia Schapelle Leigh Corby dikuatkan melalui
Keppres Nomor 22/G Tahun 2012 yang diterbitkan 15 Mei 2012. Terpidana
kasus narkoba lain asal Jerman yang mendapat grasi yakni Peter Achim
Franz Grobmann (53) tertuang dalam Keppres bernomor 23/G Tahun 2012.
Kenapa Panik?
Reaksi
istana yang tampak berang dengan pernyataan Mahfud MD soal pemberian
grasi bagi terpidana kasus narkoba Meirika Franola atau Ola dianggap
aneh.Terlepas dari benar atau tidaknya ungkapan Mahfud, Istana
seharusnya tidak perlu terlalu reaktif.
Demikian diungkapkan
pakar psikologi politik UI Hamdi Moeloek.”Kelihatan sekali reaksi dari
Pak Sudi sebagai bentuk kepanikan. Ini justru menjadi bumerang
seakan-akan memberi pesan bahwa yang diungkap Pak Mahfud benar adanya,”
ujar Moeloek.
Moeloek menjelaskan, Mahfud merupakan pimpinan
sebuah lembaga negara yang sangat disegani karena kinerjanya yang
membanggakan masyarakat.
Bagi dia, sosok Mahfud adalah sosok
berintegritas dan sangat punya pengaruh, sehingga sulit dipahami bahwa
yang dia katakan adalah sesuatu yang asal bicara tanpa kebenaran.”Publik
tahu sosok seorang Mahfud. Ia apa adanya, jujur, punya wibawa, dan
berintegritas. Ia orang internal pemerintahan juga yang tahu isi perut
di dalam pemerintahan itu sendiri. Pasti ada benarnya juga,” jelas
Hamdi.
Ia mencontohkan, saat ia membeberkan ke publik kasus surat palsu MK yang menyeret nama mantan komisioner KPU Andi Nurpati.
“Di
situlah kita tahu sosok seorang Mahfud. Ia tidak mungkin bicara sesuatu
yang tidak ia ketahui secara jelas. Bahwa kasus ini mentok, itu karena
di kepolisian. Tapi, tingkat kebenaran berdasarkan logika publik sudah
terang-benderang. Jadi saya cukup yakin bahwa yang beliau sebut itu
benar,” terang Moeloek. (Pz/Islampo/Subpos)
# Psst... ingin belajar Islam lebih dalam? Visit : digitalhuda.com! (pks pariaman selatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar