Oleh: Abdullah Haidir, Lc
Riyadh, Arab Saudi
Berkelompok….
Tabiat manusia itu berkelompok. Orang yang mengaku tidak ingin
berkelompok ada dua kemungkinan; Dia keluar dari tabiatnya, atau dia
mendustakan kenyataan dirinya. Jangankan manusia, tumbuh-tumbuhan,
hewan, bahkan bebatuan pun berkelompok….Perhatikan saja.
Jadi, berkelompok itu wajar-wajar saja. Yang tidak wajar adalah berantem
semata-mata karena kelompoknya. Ini yang oleh masyarakat arab jahiliyah
sering diistilahkan dengan ungkapan
أُنْصُر أَخَاكَ ظَالِماً أَو مَظْلُوماً
"Tolonglah saudaramu, baik dia zalim atau dizalimi."
Namun kemudian istilah ini diluruskan oleh Rasulullah saw dengan
pemahaman yang benar. Yaitu kita harus menolong saudara kita yang zalim,
maksudnya kalau dia berbuat zalim hendaknya dicegah atau dlarang.
Latar belakang kelompok itu macam-macam, ada yang karena kepentingan, suku, daerah, profesi, misi, hobi, afiliasi politik, dll.
Siapa sih orang yang tidak mau berkelompok? kalau normal, pasti ada kelompok yang dia ikuti.
Jadi kalau ada orang yang dengan mudah begitu saja menuduh saudaranya
'hizbi' karena suka berkelompok, saya dapat pastikan, tuduhan itu
sedikit atau banyak, juga akan kembali kepada dirinya. Bahkan bisa jadi
dia lebih inklusif (tertutup) dengan 'kelompoknya' dibanding orang-orang
yang dia tuduh 'hizbi' itu; Sulit bergaul dengan pihak lain, tidak mau
dengar pengajian ustaz dari 'luar kelompoknya', bahkan sapa dan
senyumpun kadang berat dengan orang-orang di luar kelompoknya.
Pada zaman Rasulullah saw, para shahabat juga ada 'pengelompokkannya',
ada shahabat Al'Asyrah Al-Mubassyiruuna bil jannah, ada shahabat yg
disebut Ahlu Badr, ada shahabat yang di sebut Ahlu Bai'atirridwan,
bahkan 'pengelompokan' shahabat menjadi Muhajirin dan Anshar tidak
dihilangkan begitu saja, walau Nabi telah mempersaudarakan mereka satu
sama lain.
Bahkan, setelah Rasulullah saw wafat, dari segi alur pemikiran dan
interaksi dengan teks wahyu, ada shahabat yang dikelompokkan sebagai
''Madrasah Ahlul hadits' yg dikenal dengan 'Madrasah Hijaz' yang
terpusat di Mekah dan Madinah, dan berikutnya melahirkan tokoh tabiin
yang menjadi tokoh dalam madrasah ini, dan turunan berikutnya melahirkan
mazhab fiqih seperti mazhab Maliki, Syafii dan Hambali. Tokoh shahabat
yg dikenal memiliki aliran ini adalah 'Abdullah bin Umar, Aisyah binti
Abu Bakar, dll. Sementara sebagian shahabat lain dikelompokkan sbg
'madrasah Ahlulra'yi' atau dikenal sbg 'madrasah ahlul kuufah;
berikutnya melahirkan tokoh tabiin dari dengan aliran ini dan berikutnya
lagi melahirkan mazhab Hanafi.
Ini artinya, semakin luas dan beragam dinamika kehidupan, semakin besar
kemungkinan lahir pengelompokan. Maka, berkelompok, adalah sunatullah
yang menyertai perkembangan dan dinamika kehidupan itu sendiri. Apakah
kelompokkan itu diberi nama atau tidak, dilegalkan atau tidak,
diresmikan atau tidak… akhirnya setiap orang pasti akan bergabung dengan
kelompoknya masing-masing. Bahkan, ketika ada orang mengaku tidak
berkelompok, saat itu juga dia telah berkelompok, yaitu kelompok
orang-orang yang tidak berkelompok... :)
Maka, sesungguhnya yang jadi permasalahan adalah bukan apakah seseorang
boleh berkelompok atau tidak, tapi masalahnya adalah, apa, bagaimana dan
untuk apa dia berkelompok?
Riyadh, Rabiul Tsani, 1434 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar