REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Organisasi hak asasi manusia (HAM)
non-pemerintah, Human right Watch (HRW) menyatakan hampir semua korban
tewas dalam insiden bentrokan antara Ikhwanul Muslimin dan militer Mesir
dikarenakan peluru tajam.
Tim pencari fakta dari lembaga berbasis di New York, AS, ini melansir
laporannya terkait konflik Mesir, Ahad (28/7). Dalam laporan yang
dialansir oleh The Daily News Egypt, Ahad (28/7) dikatakan 70 kematian
di titik terparah bentrok tewas dengan luka tembak di bagian kepala dan
dada.
Titik terpanas dalam bentrokan saat Jumat (26/8) itu berada di atas
jembatan October Bridge. Tim HRW mengatakan kebanyakan korban ditembak
dari jarak jauh. Hal itu mengarah pada pasukan elite militer di bawah
Komando Pasukan Keamanan Pusat (CSF) di ibu kota, Kairo.
Satuan ini adalah para serdadu angkatan darat yang ditugaskan untuk
menjadi regu penembak jarak jauh atau sniper. Sedangkan di tempat lain,
tepatnya di Masjid Rabaa al-Adawiyah Kota al-Nasr, HRW melaporkan
delapan aktivis Ikhwanul Muslimin tewas dalam tembakan dari jarak dekat.
\
''Lima diantaranya tembus di bagian kepala. Selebihnya bolong di leher dan bagian dada,'' begitu kata laporan itu.
Kordinator HRW untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara Nadim
Houry mengatakan penggunaan senjata api dalam skala mematikan adalah
bentuk kepanikan militer dan pemerintahan sementara di bawah Presiden
Mesir interim Adly Mansour.
''Senjata sepertinya terpaksa untuk menegakkan kebutuhan atas ketertiban terhadap massa demonstran pro-Mursi,'' kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar