salam-online.com
Konsep tauhid ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yang digagas pendiri bangsa
sebagai sila pertama dalam Pancasila, pada perkembangannya terus dirusak
pemahaman dan implementasinya oleh tafsir para kaum sekuler dan
liberal.
Padahal perilaku menonjol dari faham sekuler dan liberal adalah faham
yang menafikan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai satu-satunya pusat
sesembahan dan menjauhkan agama dari negara.
Tidak mengherankan, jika perilaku masyarakat Indonesia sekarang ini
–baik rakyatnya maupun para politisinya — tidak lagi menunjukkan
kesalehan individu serta kearifan dan kesantunan sosial.
Demikian uraian Pimpinan AQL Islamic Center (AQLIC) Ustad Bachtiar
dalam kajian Majelis Tadabbur Al Qur’an (MataQu) yang berlangsung di
Masjid Baitul Insan, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (16/02/2013)
kemarin.
Majelis Penyucian Jiwa (Tazkiyatn Nafs) yang diadakan setiap minggu
ke-3 sekali sebulan ini, mengambil tema “Berpola Pikir Tauhid”, yang
dihadiri sekitar 500 jamaah AQLIC dan masyarakat umum.
Menurut Bachtiar Nasir yang akrab disapa UBN, tafsir terhadap
Pancasila yang dilakukan kalangan sekuler dan liberal itu, celakanya
dijadikan acuan dan pegangan dalam menjalankan politik bernegara di
Indonesia.
“Sehingga tak mengherankan jika ukuran keberhasilan para politisi dan
penyelenggara pemerintahan di negari ini, lebih bermotif pada
keberhasilan dirinya sendiri yang berorientasi keduniaan. Bukan untuk
kemaslahatan orang banyak yang berorientasit akhirat,” tandas alumnus
PP Darussalam Gontor dan Universitas Madinah ini.
UBN mengajak para jamaah untuk kembali berpola pikir tauhid, di mana
segala keberhasilan yang bisa kita raih di dunia semata-mata karena
kehendak Allah Subhanahu Wata’ala.
“Kita tidak boleh menganggap apa yang telah kita capai di dunia, baik
keberhasilan ataupun musibah, itu semata-mata karena kehebatan atau
kegagalan ikhtiar kita sebagai manusia,” tandasnya.
Selain itu, lanjut UBN, sebagai hamba Allah kita harus terus
berorientasi pada akhirat dalam menjalani hidup di dunia. Karena itu,
tambahnya, sangatlah pantas jika di dunia ini kita harus banyak
membicarakan hal-hal tentang akhirat yang bersumber dari al-Qur’an dan
Hadits.
“Karena, nanti di akhirat kita akan banyak ditanya tentang persoalan
dunia: tentang apa saja yang kita lakukan selama hidup di dunia. Jadi
pantas jika selama di dunia kita selalu membahas apa yang akan terjadi
di akhirat kelak,” tutur UBN.
Menutup kajiannya, UBN menukil rumusan dari ulama besar Ibnu Qayyim
al-Jauziyah, bahwa perilaku menyimpang yang banyak dilakukan masyarakat
awam atau kalangan agamawan, disebabkan karena “rusaknya ilmu” dan
“rusaknya tujuan”.
“Di mana, jika ilmu seseorang rusak, maka bisa terjebak dalam
kesesatan aqidah. Dan jika tujuan seseorang itu rusak, maka akan
mendapat azab di dunia dan siksa Allah di akhirat,” tegasnya.