Redaksi 1 – Rabu, 26 Safar 1434 H / 9 Januari 2013 10:30 WIB
Sore
itu Mustofa, staf rumah sakit yang selalu menyertai kami, yang biasanya
ceria terlihat lebih pendiam. Kebiasaannya menggoda Abu Abdurrahman,
perawat Tim HASI, lenyap. Di depan pemanas ruangan berbahan bakar solar
ia termenung.
Ketika saya bertanya, “Ada apa Mustofa? Kenapa terlihat sedih?” Ia
menjawab, “Ayah saya ditangkap.” Kami sontak kaget dan turut bersedih.
Kekejaman aparat rezim Asad dan milisi Nushairinya sudah jadi rahasia
umum. Mereka yang ditawan pasti disiksa dan bahkan bisa tak kembali.
Mustofa adalah salah satu muhajir atau pengungsi dari Kota Latakia
yang masih dikuasai rejim Basyar Asad. Ia dan saudaranya hijrah dari
kota ke pegunungan. Tak sekedar mengungsi, ia turut membantu di rumah
sakit. Agaknya Dr Romi, bosnya, menugasi dia untuk menjadi semacam
“ajudan” bagi tim kami.
Dari mengambil air, solar untuk pemanas, hingga menemani kunjungan
kami ke desa-desa di sekitar Salma dilakukan Mustofa. Ia paling akhir
tidur setelah kami lelap dalam hangatnya sleeping bag. Ia lebih memilih
tidur di sofa ruang tamu hanya berbalut selimut di tengah dingin yang
menyengat.
Mustofa juga menjadi semacam pengawal bagi kami. Dalam
kunjungan-kunjungan keluar ia selalu mengambil posisi dekat pintu keluar
mobil, sepucuk AK-47 selalu ia pegang dalam tugas.
Senjata small arm memang dibenarkan dalam Konvensi Jenewa dipegang
petugas medis untuk melindungi diri. Maklum, meski tugas sipil dan
kemanusiaan, kami masih menghadapi resiko bahaya. Baik diserang rezim
maupun dibegal di tengah perjalanan.
“Kenapa rezim menangkap ayahmu?” tanya kami lagi. Jawaban Mustofa
cukup mengejutkan, “Sebagai sandera agar aku dan saudaraku menyerah dan
kembali ke kota.”
Masya Allah. Inilah resiko bagi Muslim Suriah yang tak mau tunduk
pada rezim Syiah Nushairi. Tak hanya dirinya, keluarganya menanggung
resiko ditangkap dan disiksa atau bahkan dibunuh.
“Lalu apa solusinya?” tanya kami lagi. Siapa tahu ayah Mustofa bisa
ditebus atau dibebaskan dengan jaminan. “Tidak ada. Ayahku mungkin
dibebaskan kalau aku dan saudaraku menyerah. Tapi kami pasti dibunuh,”
jawabnya getir.
“Natawakkal ‘alallah (kami hanya berserah diri pada Allah),” lanjut
Mustofa kemudian. Ia seperti tak mau kami larut dalam kesedihannya. Kami
pun mendoakan ia dan ayahnya. Semoga Allah memberikan kesabaran dan
kemudahan bagi mereka.[AZ]
Catatan Relawan HASI dari Suriah (pks pariaman selatan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar